Jumat Agung, 22 April, peringatan wafat Yesus Kristus, dirayakan dengan berbagai warna oleh warga London, InggrisGereja-gereja menggelar sejumlah acara, mulai kebaktian hingga prosesi mencium salib
BACA JUGA: Trio N Setelah Tak Lagi di PSSI
Banyak pula yang turun ke jalan, mengabarkan kisah Injil itu dengan warna tersendiri.------------------------------ ------------
DOAN WIDHIANDONO, London
------------------------------ ------------
RASANYA, Trafalgar Square, alun-alun besar di London, memang tidak pernah sepi
BACA JUGA: Petinju M. Rachman Bangkit Lagi, Jadi Juara Dunia Tertua di Indonesia
Warga biasanya menjadikan lapangan tersebut sebagai lokasi kegiatanBACA JUGA: Sosok Franky Hubert Sahilatua di Mata Keluarga Terdekat
Mulai pesta jalanan, perayaan hari spesial, peringatan tahun baru, hingga berbagai aksi protes.Tidak ada acara pun, Trafalgar Square tetap penuh turisMereka mendatangi Galeri Nasional yang berada di sisi utara lapanganSebagian besar pengunjung sekadar berfoto-foto di bawah Nelson"s Column, tugu setinggi 51,59 meter yang berada di tengah-tengah lapanganTugu yang dijaga empat patung singa besar itu dibangun untuk menghormati Laksamana Nelson yang gugur setelah memimpin Inggris menang besar dalam Perang Trafalgar, dekat Spanyol, melawan Prancis dan Spanyol pada 1805.
Sebelum 2008, lapangan itu punya daya tarik khasYakni, kawanan merpati yang sangat banyak dan jinakTetapi, setelah ada larangan memberikan makan merpati, burung-burung itu mulai jarang datangHanya belasan ekor setiap hari yang terlihat berjalan-jalan di lapangan tersebut.
Lalu lintas di sekitar lapangan itu pun begitu sibukBus-bus wisata berseliweranYakni, bus tingkat untuk tur keliling London, yang tingkat kedua tidak beratapBus-bus itu hilir mudikBelum lagi taksi London, yang bentuknya begitu khas, datang dan pergi.
Pada Jumat Agung, 22 April, kesibukan di jalan itu terasa meningkatTaksi tidak diperbolehkan berhenti di sekitar alun-alunDari utara, taksi harus berhenti di ujung Regent StreetPenumpangnya lantas berjalan kaki sekitar dua blok menuju ke Trafalgar Square.
Dan tengah hari bolong itu, Trafalgar Square begitu penuh orangFull, tapi tidak hiruk pikukCenderung hening, tertib, dan rapiMereka duduk-duduk memenuhi sisi lapanganSebagian besar lagi duduk mengisi anak tangga yang menuju ke Galeri NasionalYang lain berdiri teratur mengitari pusat lapanganDi tengah-tengah lapangan itulah segala perhatian dicurahkan.
Siang itu Keuskupan Agung Westminster didukung Winthershall Estate, sebuah organisasi swasta, menggelar pertunjukan The Passion of Jesus atau kisah sengsara Yesus KristusItu memang kisah klasik yang selalu dipentaskan dalam rangkaian Paskah oleh warga kristiani.
Paskah atau hari raya Kebangkitan Yesus yang menjadi inti keimanan umat Kristen memang selalu penuh perayaanMasing-masing punya makna dan kenanganBagi umat Katolik, misalnya, Paskah diawali masa puasa selama 40 hariTahun ini masa puasa start pada Rabu Abu, 9 Maret.
Setelah itu, di pengujung puasa itu umat menjalani hari-hari Pekan SuciItu diawali dengan Minggu Palma, peringatan masuknya Yesus ke Kota Yerusalem sebelum dia menjalani sengsaraSaat masuk Yerusalem, Yesus yang mengendarai keledai disambut dan dielu-elukan bak rajaWarga kota melambai-lambaikan daun palemTradisi itu masih tetap dilakukan saat perayaan Minggu Palma yang tahun ini jatuh pada 17 April.
Peringatan suci lainnya adalah Kamis Putih, 21 AprilDi Inggris, perayaan itu ditandai dengan kebaktian di Westminster AbbeyBertepatan dengan Ulang Tahun Ke-85 Ratu Elizabeth II, Kamis Putih diisi dengan acara pemberian koin kenangan bagi 85 pria pensiunan dan 85 perempuan pensiunanKamis Putih memperingati perjamuan terakhir (last supper) Yesus bersama 12 rasulnyaSelain itu, ada Jumat Agung (Good Friday), hari wafat Yesus dan mencapai puncaknya pada Minggu Paskah (24 April) saat Yesus bangkit.
Nah, kisah itulah yang dipentaskan di Trafalgar SquareMenontonnya cukup asyikSebab, pertunjukan tersebut didukung tata suara yang primaAda mikrofon kecil yang dicantolkan di telinga setiap pemainMirip dengan perangkat handsfree telepon genggamTetapi, itu lebih tersamarSuara pemain, mulai teriakan, obrolan, isak tangis, hingga dengusan, terdengar jelas.
Dari kejauhan, aksi pemain di tengah-tengah lapangan memang tidak terlihat secara jelasTidak perlu khawatirAda giant screen di sisi selatan alun-alunDari jarak sekitar setengah kilometer, adegan di layar masih bisa disaksikan secara enak.
Kisah sengsara Yesus di Trafalgar Square itu dimulai dengan adegan Yesus masuk YerusalemSebagian pemain yang berpakaian warna-warni ala penduduk Israel 20 abad silam berseru-seru di tengah-tengah lapanganSebagian lagi membaur bersama penonton dan membangun teriakan di tengah-tengah khalayakSuasana meriah, penuh sorakan, dan lambaian tangan.
Dialog dalam drama tersebut diambil dari kisah Injil, tentu dengan improvisasi di sana-siniUntuk menunjang setting adegan, para pemain memanfaatkan lebar alun-alunAdegan kolosal berada di tengah-tengah lapanganAdegan lain, misalnya persidangan Yesus dan penyaliban, dilakukan di panggung sisi selatan lapangan di bawah Tugu NelsonTidak ada batas jelas antara panggung dan penontonYang sesekali membatasi adalah petugas keamanan yang mengenakan polo shirt biruSesekali mereka menyuruh penonton mundur atau membersihkan areal"Maaf, sebentar lagi ada adegan di siniSilakan mundur sedikit," kata mereka agak berbisik.
Karena itu, Trafalgar Square pun seolah menjadi campuran atmosfer masa kini dan masa silamDi antara penonton, ada yang mengenakan pakaian minim, hanya kutang dan celana superpendekTetapi, tiba-tiba di sebelahnya bisa muncul jenderal Romawi berkuda yang mengenakan seragam kebesaran lengkap.
Meski di tengah-tengah lapangan nan ramai, secara umum penonton tertibMereka terlihat menikmati adegan demi adeganSesekali mereka juga ikut bersorak-sorak atau meneriakkan huuu saat tokoh antagonis munculSalah seorang tokoh antagonis itu, Kayafas, seorang imam agama Yahudi, memang berperan apik bangetGestur tubuh, mimik, dan tekanan dialognya benar-benar menunjukkan keculasan.
Kayafas itulah yang akhirnya menyerahkan Yesus kepada Ponsius Pilatus, pemimpin Romawi, untuk disidangkanDalam adegan drama tersebut, Kayafas pula yang menghasut khalayak agar menuntut penyaliban Yesus.
Inti drama tersebut memang kisah sengsara Yesus (passion of the Christ)Secara umum, ada 14 adegan inti yang biasa disebut stasi atau pemberhentianUmat di Indonesia juga menyebut kisah sengsara itu Jalan Salib atau Via DolorosaSebanyak 14 stasi itu, antara lain, Yesus dihukum mati, Yesus memanggul salib, Yesus jatuh, Yesus disalib, Yesus wafat, hingga akhirnya Yesus dimakamkan.
Adegan Via Dolorosa tersebut cukup realistisPara pemain berjalan di antara penonton memeragakan 14 stasi tersebutAda suara rintihan, cambukan, pukulan, hingga hujatanUntuk menambah efek dramatis, pemeran Yesus mengenakan luka palsu dari bahan karet yang dililitkan di dada dan perutMirip dengan borok yang menganga cukup lama.
Puncak adegan tersebut terjadi di panggung utamaDi situ pemeran Yesus dikerek ke atas kayu salib hingga adegan Yesus wafatSaat adegan itu terjadi, penonton diberi waktu heningSatu-dua orang menitikkan air mata.
Setelah Yesus dimakamkan, ada adegan Yesus bangkitSaat itulah keceriaan penonton kembali munculSebab, Yesus menutup adegan dengan berjalan di tengah-tengah penonton sambil tersenyum dan melambaiPenonton pun bersorak sambil melakukan standing ovation.
"Ini cara kami menunjukkan kepada mereka yang mungkin sudah lupa bahwa ada jalan pulang kembali ke pangkuan Bapa," kata Peter Hutley, produser dan penulis naskah drama tersebut.
Uskup Agung Westminster Vincent Nichols yang berpidato setelah drama juga mengungkapkan keharuannya bahwa masih ada orang-orang yang bersedia menonton drama itu secara cermat, mulai awal hingga akhirSecara khusus kepada Jawa Pos, uskup agung yang ditunjuk langsung oleh Paus Benediktus XVI itu mengatakan bahwa pentas di tengah-tengah Trafalgar Square itu mempunyai makna yang sangat penting"Kita harus terus mewartakan kabar suka cita," katanya tentang pentas yang baru dilakukan dua kali tersebut.
Di antara begitu banyak tempat publik di London, mengapa harus Trafalgar Square? "Di sini publik melakukan apa sajaMulai pesta, gathering, hingga demonstrasiKami rasa, ini tempat yang tepat pula untuk mengabarkan kisah Injil," ungkap Uskup Nichols.
Drama di Trafalgar Square tersebut bukan satu-satunya "Jumat Agung jalanan" di LondonLondon Catholic Worker bahkan menggelar upacara serupa Jalan Salib asli di gerejaMereka berjalan kaki di tengah-tengah London sambil memanggul salib kecilDi pusat-pusat keramaian, mereka berhenti dan melakukan renungan sambil berdiri melingkarSepanjang perjalanan itu mereka berhenti 14 kaliPersis dengan jumlah pemberhentian Jalan Salib (Via Dolorosa), sesuai ketetapan Paus Klemens XII sekitar 400 tahun laluKetetapan jumlah pemberhentian itulah yang hingga sekarang diterapkan umat Katolik.
Ciaron O"Riley, pemimpin prosesi itu, mengatakan bahwa setiap Jumat Agung mereka memang turun ke jalanSetiap tahun pula mereka mengusung tema berbeda-bedaTahun ini yang ditekankan adalah tuntutan pembebasan Julian Assange, bos WikiLeaks, dan Bradley Manning, prajurit AS yang dituduh membocorkan rahasia negara kepada WikiLeaks.
Prosesi Jalan Salib itu dipungkasi di Downing Street, lokasi kediaman PM David CameronJalan itu berada satu blok di depan Houses of ParliamentJaraknya juga dekat dengan Westminster Abbey yang akan dijadikan lokasi pernikahan Pangeran William-Kate Middleton.
Di Downing Street, tiba-tiba tiga peserta prosesi, termasuk O"Riley, menerobos pagar kecilMereka langsung berlutut dan berdoa Bapa Kami, doa yang diajarkan Yesus sendiri kepada para muridnyaSetelah doa rampung, mereka berorasi menyuarakan tuntutan sambil membentangkan posterAksi itu tidak lamaSebab, ada sorakan-sorakan dari wisatawan yang merasa tergangguTidak lama, mereka pun bubar lagi tanpa harus ditangkap polisi(c4/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Asmara Bomber Cirebon dengan Sri Maliha
Redaktur : Tim Redaksi