Menunggu (Bekas) Presiden Diadili

Kamis, 08 September 2011 – 11:35 WIB

MESKIPUN selama kurun waktu 66 tahun merdeka baru punya 6 presiden, tapi dalam soal latar belakang, kepala negara Indonesia paling banyak variannyaAda politisi (Soekarno), ada militer (Soeharto), teknokrat (BJ Habibie), ulama (KH Aburrahman Wahid), ibu rumah tangga (Megawati), dan ada juga tentara yang pernah dikira intelektual (Susilo Bambang Yudhoyono).
 
Di banyak negara, latar belakang pemimpin sangat terbatas

BACA JUGA: Lebaran yang Berantakan

Kalau bukan orang politik, atau orang hukum, ya militer
Ada memang pengusaha, tapi lazimnya bisnisman yang punya rekam jejak sebagai politisi

BACA JUGA: GIB Tolak Yunus Hussein Pimpin KPK

Misalnya George Bush Jr atau Thaksin, bekas PM Thailand yang digulingkan itu.
 
Akan tetapi, meskipun banyak variannya dalam soal latar belakang pemimpinnya, bangsa Indonesia secara politik sesungguhnya belum cukup matang
Sebab kita belum pernah punya pengalaman menyaksikan bekas presiden atau mantan pemimpin pemerintahan tertinggi diadili dan dihukum karena kesalahan yang dilakukan semasa berkuasa.
 
Bandingkan dengan rakyat Perancis, yang sekarang sedang menyaksikan pengadilan atas Jacques Chirac, mantan presiden negeri Eiffel umur 78 tahun itu, karena korupsi saat menjabat walikota

BACA JUGA: Nazaruddin Tidak Merdeka!

Rakyat Irak hanya selang beberapa tahun sudah melihat bekas penguasa dzalim (Saddam Hussein) diadili, lalu divonis mati dengan cara digantung.
 
Bangsa Mesir lebih cepat lagi dalam soal mengadili bekas pemimpinnyaHanya dalam hitungan bulan saja setelah kejatuhannya, Hosni Mubarak dan anak-anaknya langsung diadili di hadapan rakyat yang pernah ditindasnyaSementara Muammar Gaddafi, setelah lebih 40 tahun berkuasa, kini jadi buronan penguasa baru Libya.
 
Mengadili dan menghukum bekas penguasa yang korup dan menipu rakyat memang memerlukan kematangan politik dan sikap kenegarawanan seorang pemimpin (baru)Tapi untuk menuju ke kondisi kematangan politik rakyat dan pemimpin yang ideal seperti itu, harus ada yang memulai langkah menempatkan hukum sama di hadapan setiap warga negara.
 
Jadi bila saat berkuasa dilindungi undang-undang sehingga tak bisa disentuh hukum, seperti dialami Chirac saat jadi presiden, maka begitu kelar masa jabatannya, hukum harus segera berprosesTujuannya, tentu saja, agar para penguasa belajar agar jangan mentang-mentang berkuasa, seenakannya korupsi, membohongi rakyat, memanipulasi demokrasi dan mengebiri aparat hukum untuk melindungi keluarga dan para kroni dari jerat hukum.
 
Pameo Jawa “mikul dhuwur mendem jero” yang pernah didengung-dengungkan Pak Harto di zaman Orba, tidak boleh lagi disosialisasikan hanya untuk membangun opini agar bekas penguasa tetap aman, padahal semasa di Istana banyak merugikan kepentingan rakyat.
 
KH Abdurrahman Wahid (alm) pernah mengayunkan langkah untuk memberikan kematangan politik masyarakatBeberapa pekan setelah dilengserkan dengan alasan politik yang sampai sekarang tidak jelas (2001), meminta saya untuk menyampaikan pesan kepada publik dan, khususnya, penguasa yang menggantikan beliau.
 
“Katakan, sekarang saya warga negara biasaKalau selama menjabat presiden dianggap melanggar hukum, misalnya korupsi seperti yang pernah dituduhkan kepada saya (buloggate), silakan diproses secara hukum…,” ungkap Gus Dur.
 
Akan tetapi hingga beliau wafat (2009), proses hukum yang dinanti-nantikan itu tak kunjung adaAkibatnya, skandal politik pelengseran Gus Dur tetap jadi kontroversiMemang banyak yang percaya Gus Dur tidak bersalahTapi tak sedikit juga yang mengira Gus Dur bersalah.
 
Agar para pemimpin kita yang akan datang tidak meninggalkan misteri dan kontroversi sebagaimana Soekarno dan Soeharto, maka harus ada tim hukum yang selalu memantau perilaku penguasa, dan menyatat pelangaran hukum yang dilakukannyaSehingga begitu lengser dari kursi kekuasaan, hukum bisa langsung memrosesnya.
 
Sudah adakah tim hukum untuk itu? [***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nazaruddin Sang Mujahidin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler