Malang tidak bisa ditolak, untung tidak bisa diraih. Itulah yang mungkin dialami oleh sektor pariwisata Australia akibat dari kebakaran hutan di dalam negeri, dan penyebaran virus corona yang mempengaruhi perjalanan turis dari Tiongkok. Dampak Kebakaran dan Virus

 

BACA JUGA: Polemik Virus Corona, Menkes Terawan Tantang Peneliti Harvard

Jason Cronshaw memiliki bis untuk kegiatan tur sehari-hari di kawasan wisata Blue Mountains, sekitar 62 km dari Sydney, dan biasanya enam bis silih-berganti melayani turis selama bulan Desember dan Januari.

Namun di musim panas kali ini keadaannya berubah.

BACA JUGA: Corona Masih Mengancam, Pasar Tradisional dan Mal Tiongkok Sudah Kembali Beroperasi

"Selama musim panas ini, kami hanya mengoperasikan satu bis, dan itu pun agar kami masih bisa melayani kalau ada turis yang datang. Tapi sangat sedikit," kata Cronshaw.

Keluarganya sudah menjalankan usaha bernama Fantastic Aussie Tours selama lebih dari 40 tahun.

BACA JUGA: Tiga Perempuan Indonesia Menguak Dominasi Pria Dalam Bidang Sains

"Selama 45 tahun, saya belum pernah melihat keadaan sesepi ini."

Foto-foto mengenai kebakaran hutan di Australia selama beberapa bulan terakhir tersebar ke seluruh dunia, dan membuat para pelancong takut untuk berkunjung. Photo: Operator wisata seperti Blue Mountains Explorer Bus mengalami penurunan tajam kedatangan turis di NSW. (Supplied: Facebook)

 

Bahkan sebelum kawasan Blue Mountains sendiri yang langsung terkena kebakaran, penurunan kedatangan turis sudah terjadi.

"Pembatalan pertama di Blue Mountais terjadi bulan September lalu ketika kebakaran melanda North Coast (yang jaraknya ratusan km dari Blue Mountains). Mereka turis internasional," kata Cronshaw.

"Ada hotel di Mount Victoria yang mendapat pembatalan pesta pernikahan untuk Oktober 2020, hanya karena takut kebakaran hutan." Setelah kebakaran, datang virus corona

Lima bulan setelah pembatalan itu, kini giliran virus corona mengancam pemulihan sektor wisata di Australia.

"Operator wisata di Blue Mountains yang terlibat langsung dengan pasar Tiongkok seperti Scenic World, sudah mengalami banyak pembatalan," kata Cronshaw.

Di kawasan Epping di Sydney, kantor agen perjalanan Jane Yuan sibuk menerima panggilan telepon, namun kebanyakan bukan untuk bookingan baru.

Panggilan itu untuk Yuan dan pekerja lain di sana guna membantu pelanggan yang berada di bandara Bejiing dan Shanghai karena penerbangan mereka tertunda.

"Semua orang frustrasi. Saya baru saja berbicara dengan staf Qantas, dan juga frustrasi karena tidak tahu apa yang akan terjadi," kata Jane Yuan. Photo: Jane Yuan mengatakan kelompok turis dari Tiongkok merupakan klien utamanya di Australia. (ABC News: Grant Wignall)

 

Yuan memperkirakan 40-50 persen pendapatannya berasal dari rombongan tur dari Tiongkok yang mengunjungi Australia.

Pemerintah Tiongkok sudah melarang warganya untuk bepergian ke luar negeri sehingga salah satu pasar terbesar bagi turis Tiongkok, Australia juga terpengaruh karenanya.

Pemerintah Australia juga melakukan pembatasan transit melewati Tiongkok, dan maskapai pun membatalkan penerbangan.

"Saya harus membatalkan pemesanan restoran, hotel, juga tiket pesawat," kata Yuan.

"Banyak orang bekerja atau menggantungkan diri dari restoran, mereka sudah mulai khawatir, khawatir dari dampak turis asal Tiongkok."

Dari 9,3 juta turis yang mengunjungi Australia tahun lalu, menurut Tourism Australia, 1,4 juta di antaranya berasal dari Tiongkok dengan pengeluaran rata-rata sekitar Rp 90 juta.

"Dari sisi turis internasional, saya kira sekarang banyak usaha yang mengalami krisis," kata Margy Osmond dari Forum Turisme dan Transport.

"Kalau pembatalan kedatangan turis Tiongkok berlanjut, dampaknya akan sangat terasa tiap bulan. Kalaupun nanti membaik, kami harus memulai lagi membina hubungan dan membuka pasar."

Yuan mengatakan besar kemungkinan rekan-rekannya di bisnis serupa akan bangkrut dalam waktu dekat.

"Mereka masih kedatangan turis Tiongkok Amerika, warga Hong Kong, atau dari Malaysia. Namun jumlahnya hanya 20-30 persen dari keseluruhan."

"Sebagai contoh, bis yang punya 35 tempat duduk sekarang hanya diisi 7 penumpang. Berapa lama bisnis ini bisa berjalan?"

"Bila hal ini berlangsung sampai dua tiga bulan ke depan, banyak bisnis seperti kami akan bangkrut."

Artikel selengkapnya dalam bahasa Inggris bisa dibaca di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Tidak Termasuk 35 Negara yang Dapat Visa Gratis ke Australia

Berita Terkait