jpnn.com, JAKARTA - PT Alumindo Light Metal Industry Tbk merasa diuntungkan dengan Presidential Proclamation Section 232 yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Pasalnya, kebijakan itu membuka peluang pemasaran produk industri dalam negeri.
BACA JUGA: Inalum Kejar Produksi 500 Ribu Ton Aluminium
Kebijakan tersebut menetapkan bea masuk tambahan sebesar sepuluh persen terhadap produk aluminium.
PT Alumindo Light Metal Industry Tbk, kebijakan pun optimistis penjualan pada tahun ini naik 20–30 persen.
BACA JUGA: Produksi Aluminium Indonesia Kalah Jauh dari Malaysia
Presdir PT Alumindo Light Metal Industry Tbk Alim Markus mengatakan, pihaknya telah mengangkat sole agent alias agen tunggal di AS.
“Pengangkatannya pun melalui tender dan tidak ada monopoli,’’ ujar Alim, Kamis (29/6).
BACA JUGA: Penjualan Aluminium Domestik Turun Signifikan
Terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok juga menguntungkan perseroan. Karena itu, peluang untuk menggenjot ekspor ke AS makin besar. Dengan demikian, bisa diambil alih pasar produk dari Tiongkok di AS.
Tidak hanya bersaing dari sisi harga, tetapi juga kualitas dan pengiriman barang.
’’Ketika mereka tidak bisa ekspor, di sana kesempatan kami. Namun, kami juga pikirkan bisa joint venture dengan Tiongkok agar bisa meningkatkan produksi aluminium sheet, alumunium foil, sehingga bisa mendorong ekspor,’’ jelas Alim.
Berdasar distribusi pasar, penjualan ke AS mendominasi dengan persentase mencapai 67,5 persen.
Sementara itu, distribusi di pasar dalam negeri sebesar 21 persen.
Sisanya bersebar ke berbagai negara. Di antaranya, Eropa dua persen dan negara-negara lain di Asia.
Direktur PT Alumindo Light Metal Industry Tbk Welly Muliawan menuturkan, salah satu penopang kenaikan penjualan ke AS adalah kontrak dengan pembeli terbesar dari AS sejak 2017.
Secara kuantitas, kontrak tersebut sebesar 9.000 metrik ton per bulan yang berlangsung hingga Januari 2020.
Itu bisa mengerek penjualan pada 2017 dengan kenaikan 41,6 persen.
Pada 2017, nilai penjualan sebesar Rp 3,48 triliun. Naik jika dibandingkan dengan pada 2016 yang tercatat Rp 2,46 triliun.
Kemudian, pada Januari–Mei 2018, nilai penjualan tercatat Rp 1,78 triliun.
Di sisi lain, pihaknya mengkhawatirkan masuknya produk aluminium Tiongkok ke Indonesia.
’’Kalau sampai Tiongkok alami proteksi di mana-mana, mungkin mereka akan mengalihkan ke Indonesia,’’ kata Welly. (res/c4/fal)
Redaktur & Reporter : Ragil