jpnn.com - JAKARTA - Langkah pemerintah menerapkan impor beras dinilai efektif dalam menjaga stabilitas harga pangan maupun kesejahteraan petani.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sadar Subagyo, saat ditanya terkait kinerja pemerintah dalam mengatur volume impor beras sesuai kebutuhan dalam negeri di Jakarta, Rabu (2/10).
BACA JUGA: Bea Cukai Gelar Monitoring untuk Pastikan Stabilitas Harga Jual Eceran Hasil Tembakau
"Kebijakan impor beras ini sangat efektif. Terbukti, dengan adanya impor harga gabah di tingkat petani masih tetap berada di atas harga pokok produksi (HPP)," ujar Sadar.
Sadar menilai pemerintah, dalam hal ini Badan Pangan Nasional (Bapanas) sudah memperhatikan kesejahteraan petani saat merumuskan kebijakan impor beras.
BACA JUGA: Teknologi Inovatif Jadi Kunci Tingkatkan Produktivitas Padi di Lahan Sulfat Masam
Regulasi HPP gabah yang diterapkan Bapanas dinilai membantu petani karena perhitungannya berdasarkan biaya produksi gabah yang riil dan disesuaikan dengan keuntungan yang wajar.
Terkait upaya pemerintah dalam menjaga agar kebijakan impor tetap selaras dengan target swasembada pangan nasional, Sadar menyatakan neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik.
BACA JUGA: Skema Impor Menyuburkan Praktik Ilegal, KPK Wajib Usut Skandal Demurrage Rp 294 M
"Neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik, sehingga dapat diprediksi dengan tepat kapan impor harus dilakukan," ucapnya.
Sementara itu Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menilai impor beras perlu dilakukan karena pasokan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kurang. Jadi, tujuannya bukan untuk komersial.
Sutarto juga menilai impor bukan penyebab inflasi. Karena beras impor dijual di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) dan ditujukan sebagai bantuan pangan melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
"Impor beras bukan penyebab inflasi. Tujuan impor adalah memastikan ketersediaan pangan dan menstabilkan harga melalui program SPHP, di mana beras dijual di bawah harga pasar," ucapnya.
Sutarto menyarankan beras impor tidak dilepas ke pasar selama masa panen agar pasar dapat diisi oleh beras hasil produksi dalam negeri terlebih dahulu.
Menanggapi pengaruh cuaca dan tantangan produksi pengaruh El Nino, Sutarto menilai penurunan produksi beras tidak hanya disebabkan oleh fenomena cuaca.
Melainkan juga telah terjadi sejak 2018 karena konversi lahan, fragmentasi dan mahalnya sewa lahan.
"Setiap tahun terjadi penurunan luas panen, yang berdampak pada produksi. Selain itu, jaringan irigasi juga belum tersentuh," katanya.
Dia menekankan bahwa masalah utama dalam produksi beras terletak pada ketersediaan lahan dan jaringan irigasi yang belum optimal.
Menurut Sutarto indikator keberhasilan impor beras dapat dilihat dari beberapa hal. Antara lain, ketepatan jumlah, waktu, distribusi, harga yang terjangkau, serta kesesuaian dengan sasaran. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Selidiki Skandal Demurrage, Pakar: Pengamanan Bukti Mudahkan Penetapkan Tersangka
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang