Kebijakan Jokowi Tingkatkan Nilai Ekspor Nikel, Inas Sindir 2 Ekonom Senior: Siapa yang Bodoh?

Senin, 19 Desember 2022 – 23:48 WIB
Politikus Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Inas N Zubir. Foto: Twitter

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Hanura Inas N Zubir heran dengan banyaknya pihak yang menyerang kebijakan pemerintah terkait ekspor nikel dengan menggunakan narasi anti-asing.

Pasalnya, dengan berteriak lantang mengecam pemerintahan Jokowi, justru merekalah yang sedang menguntungkan pihak asing.

BACA JUGA: Inkrispena Sebut Naiknya Status Industri Nikel Tak Berpengaruh bagi Warga Lokal

Inas mengatakan bahwa berdasarkan data Kementerian ESDM, pemilik tambang nikel terluas dan terbesar adalah PT. Vale Indonesia (Tbk).

"PT. Vale Indonesia (Tbk) yang didirikan pada tahun 1968 dan sebagian besar sahamnya milik Brazil," kata Inas dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/12).

BACA JUGA: Energy Watch Dukung Presiden Jokowi Menggenjot Hilirisasi Nikel dan SDA Lainnya

Menurut Inas, selama beroperasi di Indonesia, perusahaan tambang itu sangat kecil kontribusinya bagi kemajuan masyarakat di wilayah yang kekayaan alamnya mereka keruk.

Inas teringat pernyataan Gubernur Sulsel Andi Sulaiman bahwa sepanjang sejarah Vale beroperasi di wilayahnya, posisi top level management tak pernah ditempati warga lokal.

BACA JUGA: Siap Terima Investor, Presiden Promosikan Potensi Nikel kepada Australia

"Padahal kontribusi terhadap daerah Sulawesi Selatan juga tidak terlalu besar, yakni dalam setahun hanya Rp 200 miliar," ujar Inas.

Ketika pemerintah mendorong perusahaan tambang membangun smelter di dalam negeri, Vale justru menolak karena ekspor langsung ke China jauh lebih menguntungkan.

Keengganan raksasa pertambangan itu berkontribusi dalam pembangunan Indonesia jadi salah satu alasan Presiden Jokowi mengundang perusahaan China membangun smelter di Indonesia.

Berkat langkah itu, lahirlah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Virtue Dragon Nickel Indonesia (VDNI) pada 2018.

Namun, sejumlah tokoh dengan embel-embel ekonom senior justru menuduh pemerintah tengah berpihak kepada asing.

"Seperti Rizal Ramli dan Faisal Basri yang berteriak lantang bahwa pemerintah Indonesia bodoh, padahal mereka membela kepentingan Vale yang tidak lagi bisa seenaknya mengekspor nikel mentah atau nikel ore karena harus mengutamakan kebutuhan nikel ore untuk industri smelter di dalam negeri," beber Inas.

Inas pun menentang narasi pengetatan keran ekspor nikel merugikan Indonesia yang terus didengungkan Faisal Basri.

Berdasarkan data, ujar dia, nilai ekspor nikel ore atau bijih nikel pada 2018 dan sebelumnya tak sampai USD 3 miliar atau Rp 46,5 triliun.

Setelah ekspor nikel ore dibatasi dan harus melalui hilirisasi, nilai ekspor nikel justru melonjak tinggi. Pada 2021, nilainya mencapai USD 20,9 miliar atau sekitar Rp 323 triliun.

"Jadi, siapa yang bodoh? Baik pemerintah maupun Faisal Basri tidaklah bodoh, tapi para tokoh oposisi nampaknya sedang memperbodoh rakyat Indonesia," pungkas anak buah Oesman Sapta Odang di Hanura itu. (dil/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler