Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Bisa Menambah Jumlah PHK

Kamis, 26 September 2024 – 03:46 WIB
Rokok (Ilustrasi). Foto dok Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun menyoroti bagaimana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek masuk pertimbangan dalam amanat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Padahal, kata dia, sangat jelas bahwa kebijakan tersebut telah melalaikan kepentingan petani, pekerja atau buruh, dan pedagang yang menggantungkan diri pada industri hasil tembakau.

BACA JUGA: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Berpotensi Menimbulkan Sengketa Dagang 

“Dampak ekonomi yang signifikan ini malah menjadi sesuatu yang luput untuk dilihat oleh para pemangku kebijakan sehingga saya melihat ini adalah pendekatan yang tidak seimbang,” kata dia.

Misbakhun mengkritisi penggodokan kebijakan yang terjadi. Dia melihat hal ini menjadi dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah kesepakatan segelintir negara-negara sebagai bentuk pengendalian tembakau.

BACA JUGA: Rumah BUMN SIG Dukung UMKM Populerkan Sirop Buah Kawista Khas Rembang

Politisi Golkar ini pun mempertanyakan dasar dari pembentukan kebijakan yang banyak menuai polemik ini.

Sejatinya Indonesia merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.

BACA JUGA: Pengusaha Tembakau Tolak Aturan Kemasan Polos pada Rokok, Ini Alasannya

Seharusnya Indonesia punya kedaulatan penuh dan punya dasar untuk berani mengambil sikap untuk mengedepankan dan melindungi petani, pedagang, segala macam roda ekonomi yang berjalan dan menggantungkan diri pada industri tembakau.

"Melindungi hak buruh dan petani adalah amanat konstitusi," tegasnya.

Nurhadi Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem mengingatkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam RPMK.

Terlebih, di tengah kondisi ekonomi nasional saat ini yang sedang tidak baik-baik saja.

“Jangan sampai, kalau RPMK ini tidak dikoreksi atau dievaluasi, maka selain akan menyebabkan kegaduhan di dalam negeri, ini tentu juga akan berpotensi sekitar 6 juta pekerja tereduksi dan menambah rentetan jumlah PHK,” ucapnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler