Kebijakan Satu Anak Picu 360 Juta Kasus Aborsi di Tiongkok

Minggu, 01 November 2015 – 03:57 WIB
Ilstrasi pernikahan. Foto: AFP

jpnn.com - Tiongkok telah mencabut kebijakan satu anak yang diberlakukan sejak 1979. Namun, luka batin karena kebijakan kontroversial tersebut begitu membekas bagi mayoritas penduduk. Mereka dipaksa melakukan aborsi dan sterilisasi hingga diancam hukuman penjara.

 ------------------

BACA JUGA: Airbus Nahas Rusia itu Sempat Hilang Kontak 23 Menit

Istri Sun Hui baru melahirkan anak perempuan berusia kurang dari setahun ketika pemerintah Tiongkok mengumumkan pemberlakuan kebijakan satu anak. Saat itu perasaannya campur aduk. Sebab, dia ingin menambah momongan. Namun, hal tersebut tentu tidak mungkin.

''Kami tidak diperbolehkan merasakan sesuatu. Partai berbicara dan kami adalah anggota partai. Kami adalah kader. Jadi, kami harus mendengarkan,'' ujar Sun yang kini berusia 67 tahun. Sejak itu pula Sun dan banyak penduduk Tiongkok lainnya harus mengubur keinginan mereka untuk memiliki dua anak.

BACA JUGA: Airbus Milik Maskapai Rusia Jatuh di Gurun Sinai

Padahal, bagi penduduk Tiongkok, satu anak sangatlah tidak menguntungkan. Mereka menyebutnya 4-2-1. Empat kakek nenek dan dua orang tua yang bergantung pada satu anak. Mereka kian merana ketika anak satu-satunya yang dimiliki ternyata meninggal lebih dulu. Hilangnya satu-satunya harapan itu kerap membuat para orang tua mengalami penderitaan batin yang luar biasa.

Pemerintah Tiongkok menerapkan aturan yang sangat ketat agar tidak ada yang melanggar. Seorang pegawai negeri sipil yang melanggar dan memiliki dua anak akan dipecat. Bukan hanya dia, seluruh unit di tempatnya bekerja akan mendapat hukuman. Dengan demikian, pelanggar akan dibenci dan dimusuhi seluruh koleganya. ''Kamu menjadi sansak bagi semua orang,'' tegasnya.

BACA JUGA: Dua Perahu Pengungsi Tenggelam, 24 Bocah Tewas

Hal senada diungkapkan Nanny Shi Xinmei, 51, yang tinggal di Kota Zhumadian, Provinsi Henan. Sejak aturan satu anak diberlakukan, petugas khusus akan datang tanpa pemberitahuan beberapa bulan sekali ke rumah-rumah penduduk. Mereka mengecek setiap perempuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kehamilan yang sengaja disembunyikan. Jika ada perempuan yang telah memiliki anak dan diketahui hamil, dia akan langsung dipaksa menggugurkan kandungannya.

''Beberapa telah hamil 6-8 bulan. Tidak ada yang bisa kami bantu. Pejabat di kota kami kejam dan korup,'' ujarnya.

Perempuan yang hamil itu akan disuntik tepat di bagian perutnya dengan cairan khusus. Beberapa saat kemudian, si jabang bayi bakal keluar dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Lantas, petugas dengan enteng menyerahkan bayi tidak berdosa tersebut kepada orang tuanya untuk dikubur sendiri.

 

Terhitung setiap tahun ada 13 juta kasus aborsi di Tiongkok. Kementerian Kesehatan Tiongkok pada 2013 mengungkapkan, ada 336 juta kasus aborsi sejak kebijakan satu anak diterapkan. Tahun ini mungkin sudah mencapai 360 juta kasus.

Pemeriksaan ke setiap desa dan kota dilakukan terus-menerus. Para petani di Linyi, Provinsi Shandong, masih mendapat inspeksi serupa pada 2005. Pejabat setempat memeriksa rumah-rumah yang memiliki dua anak. Mereka memaksa salah satu pasangan untuk disterilkan. Jika ada yang bersembunyi, keluarga mereka yang lain akan dipenjara.

''Bibi saya, paman, sepupu, adik perempuan saya yang tengah hamil, dan ipar saya semua dibawa ke kantor perencanaan keluarga,'' ujar seorang penduduk yang kala itu tengah hamil dan melarikan diri. Dia akhirnya menyerahkan diri dan diaborsi serta disterilisasi.

Yang makin mengenaskan, petugas yang melakukan operasi kerap tak berpengalaman sehingga penduduk yang menjalani aborsi sering mengalami berbagai efek samping.

Pengacara Chen Guangcheng pernah mengajukan tuntutan class action terhadap otoritas di Linyi karena melakukan aborsi dan sterilisasi paksa. Imbasnya, pengacara tunanetra tersebut dihukum 4 tahun penjara. Setelah bebas, dia dan keluarganya tetap menjalani tahanan rumah dan berkali-kali menerima perlakuan kasar dari pemerintah.

Chen melarikan diri pada 2012 ke Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Beijing. Dia kini tinggal di AS. Namun, tidak demikian keluarganya yang masih tinggal di Tiongkok. Mereka tetap mendapat perlakuan buruk.

Tiongkok masih memberlakukan sistem aborsi paksa tersebut hingga tahun ini. Tepatnya sebelum kebijakan dua anak keluar. Pada 2012 sebuah foto yang menunjukkan perempuan Tiongkok yang hamil 7 bulan yang dipaksa melakukan aborsi menggegerkan dunia. Perempuan tersebut tidak mampu membayar denda CNY 40 ribu (Rp 87,3 juta). Karena itu, dia harus merelakan bayinya. Meski dikritik dunia internasional, Tiongkok tetap bergeming. (AFP/The Sydney Morning Herald/The Washington Post/sha/c5)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata, Hanya 29 Persen yang Ingin Punya Dua Anak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler