Kebijakan Sektor Batu Bara Harus Menjaga Ketahanan Energi Nasional

Rabu, 06 Mei 2015 – 03:04 WIB
Foto: dokumen Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA - Kebijakan investasi di bidang industri batu bara perlu menjadi perhatian serius untuk menjaga ketahanan energi nasional. Apalagi industri pertambangan batu bara masih memiliki daya topang yang besar untuk menyukseskan industri Indonesia di masa depan.

Sebab itu perebutan kepemilikan saham perusahaan batu bara PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) yang tengah proses restrukturisasi hutang cukup menarik untuk diikuti.

BACA JUGA: Marwan Batubara Sarankan Pemerintah Batasi Izin Tambang Batu Bara

Direktur Eksekutif Strategic National Interest Studies, Mirwan BZ Vauly menyatakan bahwa Asia Resourch Minerals Plc (ARMS), induk perusahaan BRAU yang merupakan emiten saham di Bursa Saham London memang tengah menjadi rebutan beberapa perusahaan.  Termasuk perusahaan nasional Grup Sinarmas yang dikendalikan keluarga Eka Tjipta Widjaja dengan Nataniel Rothschild.

"Grup Sinarmas melalui Argyle Street Management Limited (ASML) sudah menguasai 4,65 persen, sementara pesaingnya Rothschild melalui NR Holdings memiliki 17,5 persen saham ARMS," ujar Mirwan.

BACA JUGA: Untuk Pertama Kalinya, Showroom Aston Martin Hadir di Indonesia

Dalam persaingan tersebut, perusahaan investasi dibawah ASML, Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE) mengajukan penawaran akuisisi seluruh saham ARMS, dengan harga persaham 41 pence atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga penutupan saham ARMS pada 13 April 2015.

ACE juga menjanjikan suntikan dana segar 150 juta dolar Amerika ke ARMS, untuk melunasi utang BRAU senilai 950 juta dolar Amerika yang jatuh tempo tahun ini dan tahun 2017.

BACA JUGA: Kemenhub Wajibkan Maskapai Komersial Setorkan Laporan Keuangan

Menurut Mirwan, memanasnya perebutan saham ini seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi bisnis (privat). Kebijakan sektor batu bara harus sejalan dengan target pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan industri nasional sebesar 6,1 % di tahun 2015, dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 21,2 %.

Dengan gambaran signifikan industri batu bara Indonesia tersebut maka masalah perebutan saham ARMS bukanlah semata jual beli saham. Tapi jauh dari itu adalah memelihara aset bangsa dan memuluskan laju kepentingan energi masa depan.

Salah dalam menentukan investasi juga akan menjadi ancaman bagi kedaulatan bangsa. "Kedaulatan energi perlu menjadi pertimbangan utama, selain juga kompetensi pengelola," beber dia.

Menurut dia, mengacu pada pengalaman, Nathaniel Rothschild tidak memiliki latar belakang yang cukup untuk mengelola sektor batu bara. Untuk menutupinya lanjut Mirwan, Nathaniel harus menggandeng perusahaan lain. Perusahaan asal Rusia SUEK PLC dikabarkan sudah berkongsi dengan NR Holdings, untuk membeli saham tersebut.

Kompleksitas kepentingan perusahaan tersebut tentu akan mengganggu dalam kepentingan batu bara Indonesia. Apalagi, dalam pengelolaannya, Nathaniel juga berbasis di London sementara asset yang dikelola ada di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batu bara mengatakan, tentang rencana PT Rothschild yang berniat menguasai saham Asia Resource Minerals Plc (ARMS) dan bersaing dengan Grup Sinarmas tidak dapat dicegah.

Pihak manapun kata dia, bebas untuk melakukan investasi dan pengelolaan pertambangan di Tanah Air. "Kalau sudah masuk di bursa, itu sudah berjalan dengan sendirinya. Ya, itu imbas dari aturan kita sendiri," jelasnya.

Ia pun tidak bisa menampik kemungkinan bahwa jika tetap dikelola oleh perusahaan asing, maka hal itu menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan energi, karena energi tersebut tidak terbarukan. "Ya, mau gimana lagi," tandasnya.‎

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Berau Lukman Rahim menolak jika saham perusahaan batu bara PT. Berau Coal Energy Tbk (BRAU) dimiliki asing. Ia menegaskan bahwa pekerja tidak ingin bekerja di bawah tekanan asing. 

"Lebih bagus lebih banyak dimiliki orang Indonesia. Jangan sampai didominasi oleh asing. Kalau asing yang mengusai saham, berarti sama saja dengan kita dijajah oleh asing. Kita tidak mau," kata Lukman.

Ia menegaskan bahwa pihaknya tetap menunggu pengusaha Indonesia agar mau menguasai saham perusahaan tersebut. "Kita senang aja kalau ada pengusaha Indonesia," jelasnya.

Mengenai langkah yang akan diambil bila nantinya saham PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) tetap didominasi asing, ia pastikan untuk menolaknya. "Kita pasti tolak. Cuma saya belum tahu, apakah Grup Sinarmas sudah resmi masuk," tandas dia. (ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Luhut Akui Target Pertumbuhan Ekonomi Sulit Tercapai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler