jpnn.com, JAKARTA - Kebutuhan masyarakat akan hunian seperti hotel maupun properti berkonsep co-living saat ini masih sangat besar.
Analis MNC Sekuritas Edwin Sebayang melihat tren tersebut bagus karena backlog atau defisit ketersediaan akan tempat tinggal/rumah mencapai 300-400 ribu unit per tahun.
“Perusahaan properti yang memiliki prospek bagus antara lain properti di sektor industri, berkaitan dengan emiten properti yang mendapatkan pendapatan berulang seperti hotel, mal dan konsep co-living karena lebih stabil dibanding yang hanya khusus jual putus,” kata Edwin.
Edwin menambahkan apabila dilihat secara rata-rata year to date kinerja emiten properti terbilang masih lumayan bagus. Namun, hal itu juga harus didasari oleh kinerja fundamental perusahaan tersebut.
BACA JUGA: Kamar Keluarga Tawarkan Peluang Income dari Lahan dan Properti Tidak Produktif
Apabila ada perusahaan properti berencana melakukan IPO, saat ini dinilai sebagai waktu yang tepat.
Selain tren suku bunga pinjaman terus menurun, loan to value (LTV) diperlonggar dan asing makin mudah memiliki aset properti di Indonesia.
“Sektor properti kedepannya diperkirakan akan bergairah. Kalau mau IPO saat ini, sangat tepat karena kondisi ekonomi sedang stabil,” bebernya.
Salah satu aspek keberhasilan dari perusahaan properti yang ingin IPO, lanjutnya, ditentukan bagaimana cara emiten tersebut mendapatkan pendapatan atau revenue saat kondisi properti sekarang sedang lesu.
BACA JUGA: Lewat IPO, Sinarmas MSIG Life Lepas 40 persen Sahamnya
Selain itu juga, investor melihat valuasi, besaran size IPO, portofolio proyek properti yang berada di pusat keramaian hingga harga yang dimainkan oleh pelaku industri dalam memasarkan produknya.
“Untuk hunian co-living kalau berada di daerah industri, wilayah perdagangan, dekat sekolah atau universitas itu sangat bagus. Jadi memang beberapa emiten fokus bangun properti di industri, perdagangan dan bisnis dan untuk sekolah apalagi kalau dia juga dekat dengan sarana transportasi kereta api atau Transit Oriented Development (TOD) karena strategis untuk mobilitas,” katanya.
Salah satu konsep hunian dengan fasilitas komprehensif, harga terjangkau, dan lokasi strategis, seperti co-living yang banyak diminati masyarakat urban mulai banyak pengembang atau pengelola yang melirik.
Salah satunya, pemain bisnis co-living yang sudah lama berkecimpung yakni PT Hoppor International atau lebih dikenal Kamar Keluarga.
CEO Kamar Keluarga Charles Kwok menjelaskan ada lima pilar bisnis yang dikembangkan oleh Kamar Keluarga (KK).
BACA JUGA: Pengin IPO, Perusahaan di Kaltim Terbentur Persyaratan
“Konsep yang kami tawarkan ini tentu saja membuat mitra-mitra kami dapat memilih sesuai kebutuhannya. Dan itu yang membuat kami berkembang dengan cepat karena semua pihak mendapatkan profitnya,” ujar Charles.
Konsep co-living yang telah dijalankan oleh Kamar Keluarga ini memiliki ekosistem terpadu dengan jaringan yang luas, layanan lengkap, dan harga yang terjangkau.
Hanya dalam kurun waktu dua tahun, Kamar Keluarga telah memiliki 2.041 kamar yang tersebar di 75 lokasi strategis dan dekat dengan sarana TOD.
“Potensi industri ini sangat besar dan hal ini membuat kami berkembang dengan pesat serta membuat seluruh mitra kami menikmati manfaat dari passive income yang ada,” tandas Charles.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy