jpnn.com, JAKARTA - Manajer Proyek Pengembangan Keterampilan International Labour Organization (ILO) Tauvik Muhamad menyampaikan pentingnya pendidikan vokasi dalam mendukung kompetensi kaum muda di era digital.
Dia menjelaskan survei yang dilakukan Universitas Indonesia dan ILO menunjukan bahwa penyerapan lulusan Balai Latihan Kerja (BLK) hanya mencapai 59,9 persen.
BACA JUGA: Kemnaker Dorong Balai Latihan Kerja Cetak CPMI Berkompeten dan Bersertifikat
Artinya, lanjut dia, kebutuhan tenaga kerja yang terampil, kreatif, inovatif, adaptif, dan cakap secara digital belum bisa dipenuhi secara optimal oleh BLK.
Untuk itu, Tauvik menegaskan Indonesia harus segera mempercepat peningkatan keterampilan kaum muda.
BACA JUGA: Anda Kenal Mantan Anggota Polri Ini? Kini Mendekam di Balik Jeruji, Kasusnya Bikin Miris Hati
Menurut dia, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi menekan unsur industri untuk mendorong peningkatan kualitas kompetensi kaum muda.
"Perpres ini berperan dalam membentuk badan atau mekanisme yang dapat dan mampu memberi masukan bagi penyusunan standar kompetensi, penyesuaian kurikulum vokasi and akreditasi sesuai dengan kebutuhan industri," kata Tauvik dalam acara Duduk Bareng Rosi, Rabu malam (23/6).
Dia juga mengingatkan perlunya sebuah wadah yang memberikan kesempatan bagi industri untuk dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan keterampilan vokasi seperti menyusun program standarisasi kompetensi, pelatihan vokasional, dan pemagangan yang berkualitas, terutama di sektor-sektor industri yang terus berkembang dan berpotensi menyerap tenaga kerja.
"ILO bersama dengan Kementerian Perekonomian Bidang Perekonomian bekerja sama mempromosikan pendekatan sektor untuk membentuk Badan Keterampilan Sektor (BKS)," tambah dia.
Tauvik menambahkan pihaknya memberi dukungan teknis bagi Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk mengimplementasikan peran-peran BKS dalam pengembangan keterampilan vokasi yang sesuai dengan permintaan pasar.
Di sisi lain, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan tenaga kerja Indonesia harus mampu beradaptasi di era revolusi industri 4.0.
Sebab, adopsi digitalisasi perusahaan Indonesia saat ini baru sebesar 20 persen sementara di negara lain seperti Singapura, Korea dan Tiongkok sudah mencapai 40 persen.
"Agar SDM tetap mampu bersaing di era digital, perlu menambah skill dengan cara reskiling atau upskilling. Peningkatan lapangan pekerjaan juga harus sejalan dengan peningkatan investasi. Bila tidak diantisipasi, revolusi industri dapat bergeser menjadi revolusi sosial," tutur Arsjad.
Kemudian, Direktur Bina Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan Direktorat Bina Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Muchtar Aziz menjelaskan pemerintah terus mempersiapkan penyediaan infrastruktur dan konten pelatihan yang bersifat digital dan fleksibel sebagai salah satu upaya menghadapi puncak bonus demografi pada 2030 nanti.
Kemnaker, lanjut Aziz, berencana mengadaptasi konsep pengembangan kompetensi dan fasilitas yang tersedia di Pusat Pelatihan Vokasi WIFI Burgenland, Eisenstadt, Austria demi meningkatkan kemampuan peserta didik vokasi Indonesia dalam berkompetisi di dunia kerja.
Selain itu, dia juga mengatakan peran program pemagangan industri yang akan makin meningkatkan kompetensi sekaligus memuluskan transisi dari dunia pelatihan dan pendidikan ke dunia kerja.
Bukan hanya peserta didik, tenaga pendidik juga dinilai harus mengikuti program pemagangan agar memahami perkembangan industri.
"Dengan tenaga pendidik yang mumpuni, para peserta pelatihan pun berdaya saing dalam memenuhi standar yang diperlukan industri," ujar Aziz.
Menanggapi kebutuhan industri yang terus berkembang, Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Beny Bandanadjaja menjelaskan tentang program Merdeka Belajar dan magang bersertifikat.
Program tersebut, kata Beny, memungkinkan universitas mengirimkan mahasiswa untuk mencoba dunia kerja selama 1-2 semester sehingga mereka bisa memperoleh pengalaman bekerja secara langsung dan mengetahui aktivitas di dalam industri.
“Link and match menjadi kunci keberhasilan pendidikan vokasi. Salah satunya melalui sinkronisasi kurikulum dan materi pengajaran di kampus sesuai dengan kebutuhan industri,” ucap Beny.
BACA JUGA: Uang Taruna Polri Hilang Dicuri, Pelaku Ternyata
Dia juga menegaskan pentingnya peran Badan Nasional Sertifikasi Kompetensi untuk menyediakan sertifikasi penjamin mutu bagi vokasi. (mcr9/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Dea Hardianingsih