Kecam Aksi Kekerasan, Puluhan Wartawan Riau Datangi Lanud RSN

Rabu, 17 Agustus 2016 – 03:30 WIB
Aksi solidaritas puluhan wartawan di Pekanbaru, Riau, Selasa (16/8) atas penganiayaan yang diterima rekannya saat bertugas di Medan. Foto: Riau Pos/jpg

jpnn.com - PEKANBARU - Puluhan jurnalis dari berbagai media dan organisasi jurnalis melakukan aksi di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Selasa (16/8) kemarin. 

Aksi tersebut merupakan wujud solidaritas atas penganiayaan yang dialami dua rekan mereka di Medan, Sumatera Utara.

BACA JUGA: Kunjungi Belu, Ini Pesan Mendes Soal Dana Desa

Andri Syafrin Purba (36) jurnalis MNCTV dan Array Agus (27) Jurnalis Tribun Medan menjadi korban penganiayaan oknum TNI AU ketika meliput demo warga yang menolak pembangunan rusunawa di komplek Lanud Suwondo, Medan. 

Kedatangan insan pers Pekanbaru ini diterima Danlanud Roesmin Nurjadin Marsma Pnb Henri Alfiandi di Baseops Lanud. Kedatangan puluhan wartawan yang melakukan long March dari Bundaran Tugu Zapin mendapat pengawalan ketat POM AU. 

BACA JUGA: Tengah Malam Istri Sudah Tidur, Suami Menyelinap ke Kamar Anak Tiri

"Ini sengaja kita terima disini. Kita kan mitra. Tidak bagus kalau berdiri didepan pagar Lanud. Makanya disini kita diskusi dan kita terima aspirasi kawan kawan," Ujar Henri seperti diberitakan Riau Pos (Jawa Pos Group), hari ini (17/8).

Masing-masing perwakilan menyampaikan aspirasi dihadapan Danlanud. Chaidir Tanjung perwakilan dari Sowat Pekanbaru meminta agar kejadian serupa tidak kembali terulang. Apa yang dilakukan wartawan Pekanbaru dengan mendatangi Lanud adalah bentuk aksi Solidaritas. 

BACA JUGA: Ibu Cantik Tergilas Truk, Tangan Putus, Organ Dalam Berserakan

"Kita kesini sebagai bentuk solidaritas terhadap apa yang terjadi di Medan. Kita berharap kejadian ini tidak terulang di Pekanbaru," Tegas Chaidir. 

Sementara itu, Satria Batubara dari perwakilan PWI dihadap Danlanud menegaskan pentingnya kesamaan visi. Terutama terhadap anggota yang berada dilapangan. Sebab selama ini, gesekan antara wartawan dan TNI terjadi karena tidak pahamnya anggota dilapangan terhadap tupoksi dan lingkup kerja wartawan. 

"Kita kalau dengan pimpinan hampir tidak pernahlah terjadi gesekan. Sekali terjadi pada tahun 2012 dan akhirnya selesai secara hukum. Nah pada level anggota dilapangan inilah yang kita sering terjadi. Jadi saya pikir perlu ada kesamaan visi antara kita saya pikir," tegas Satria.

Wartawan kata Satria dalam bertugas dilindungi oleh Undang-Undang. Begitu juga TNI juga dilindungi Undang-Undang. Tapi yang menjadi persoalan dilapangan, ada oknum yang tidak paham ketika dia merasa dirugikan dengan pemberitaan tidak menempuh jalur yang sudah disiapkan untuk menyelesaikan persoalan itu. 

"Akibatnya apa, main hakim sendiri. Ini tidak boleh. Makanya perlu adanya sinergi," kata Satria. 

Menjawab itu, Danlanud berjanji akan memperhatikan hal-hal yang menjadi aspirasi. Wartawan kata Danlanud adalah mitra strategis yang terus harus dijaga. 

"Saya diperintahkan oleh panglima saya untuk menggandeng wartawan. Karena wartawan adalah mitra. Dan saya kan terapkan itu disini. Makanya saya buat group. Apapun informasi saya sampaikan, selagi informasi itu layak untuk disampaikan dan diketahui publik," ucapnya. 

Setelah mendapatkan penjelasan dari Danlanud, perwakilan masing-masing organisasi menyerahkan petisi mengecam kejadian penganiyaan tersebut. Setelah itu masa kemudian membuarkan diri dengan tertib.(dik/ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lah Gimana Nih, Jumlah PSK Kok Bertambah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler