Pemerintah Indonesia mengecam penghargaan yang diberikan oleh Dewan Kota Oxford kepada Benny Wenda dari Papua Barat. Gerakan yang dirintis dan dilakukan Benny tak lagi dianggap relevan dengan kondisi di Papua Barat, selepas pelariannya ke Inggris. Poin utama: Indonesia kecam keras penghargaan Dewan Kota Oxford terhadap Benny Wenda yang dianggap sebagai separatis Benny Wenda dinilai Pemerintah Indonesia terlibat dengan kekerasan di Papua Benny Wenda mencari suaka di Inggris tahun 2002
BACA JUGA: Jual Bagasi di Facebook: Layanan Murah Kirim Barang Australia - Indonesia
Dalam keterangan resminya (18/7/2019), Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mengecam keras penghargaan Freedom of the City of Oxford kepada Benny yang dinilai memiliki rekam jejak kriminal di Papua.
Pemerintah Indonesia menganggap Dewan Kota Oxford tak memahami sepak terjang Benny dan kondisi di Papua serta Papua Barat yang sebenarnya.
BACA JUGA: Jumlah Like Instagram Syahrini dan Influencer Lainnya Tak Terlihat di Australia
Di sisi lain, Indonesia juga menghargai komitmen Pemerintah Inggris.
"Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apa pun."
BACA JUGA: Pastor Katolik yang Sebut Dosa Orangtua Sebabkan Autisme, Batal ke Australia
"Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Menanggapi penghargaan kepada Benny Wenda, Inggris menegaskan kembali dukungan mereka terhadap Indonesia dan menyebut keputusan Dewan Kota Oxford tak mencerminkan kebijakan mereka.
"Kementerian Luar Negeri (Inggris) ingin menggarisbawahi bahwa posisi lama Pemerintah Inggris di Papua tidak berubah. Kami mendukung integritas wilayah Indonesia dan menganggap Papua sebagai bagian integral dari Indonesia."
"Kehadiran (Benny) Wenda di Inggris tidak berarti bahwa Pemerintah Inggris mendukung posisinya tentang kedaulatan Papua, dan penghargaan oleh Dewan Kota Oxford tidak ada hubungannya dengan kebijakan Pemerintah Inggris." Photo: Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah (kedua dari kanan), menjelaskan mengenai protes Indonesia terhadap penghargaan Oxford untuk Benny Wenda. (ABC; Nurina Savitri)
Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, mengatakan penghargan Dewan Kota Oxford bukanlah sesuatu yang istimewa, namun menjadi perhatian karena muatannya.
"Kalau kita bisa bandingkan mungkin dengan pemerintahan di Depok atau kota-kota lainnya, dengan demikian sebenarnya maknanya tidak besar."
"Namun karena seseorang penggiat separatisme, tentunya kita harus menggarisbawahi bahwa apa yang dilakukan ini sudah mengganggu ketertiban publik di Papua," jelasnya kepada awak media di Jakarta (18/7/2019).
Diplomat yang pernah menjadi jubir Kemlu RI di era Presiden SBY ini juga mempertanyakan mekanisme penilaian terhadap Benny, dan mengatakan Pemerintah Indonesia sejatinya telah melakukan upaya protes ke Oxford sejak setahun lalu.
"Award dikaitkan dengan freedom dan perdamaian. Kalau kita melihat track record atau apa yang telah dilakukan oleh seseorang yang bernama Benny Wenda tadi, sejak dia meninggalkan Indonesia di sekitar akhir 90 ya, sudah sangat disconnect, terputus dari realita di Papua."
"Bagaimana Pemerintah telah banyak melakukan pembangunan, telah ada berbagai upaya pemekaran, otonomi khusus diberlakukan."
"Dengan demikian kondisi real di Papua sudah jauh berbeda dan berubah dengan apa yang digiatkannya atau dikampanyekannya dari tempat dia tinggal dengan nyamannya di luar Indonesia, atau di kota Oxford." External Link: Twitter Dewan Kota Oxford
Dalam laman resminya, Dewan Kota Oxford menyebut pihaknya memberi penghargaan Freedom of the City of Oxford kepada individu atau institusi yang istimewa dan yang berjasa besar terhadap kota tersebut.
Beberapa tokoh dunia seperti Nelson Mandela dari Afrika Selatan dan Aung San Suu Kyi dari Myanmar pernah menerima penghargaan ini.
Suu Kyi dianugerahi Freedom of the City of Oxford pada tahun 1997, namun gelar tersebut dicabut dari dirinya di tahun 2017, menyusul memanasnya kasus Rohingya.
"Ini adalah penghargaan yang pantas untuk seseorang yang mencari suaka dan tempat perlindungan di Oxford dan yang, bersama keluarganya, kini berkontribusi begitu banyak baik secara lokal maupun di panggung internasional. "
"Benny Wenda adalah diplomat dan pemimpin yang diakui secara internasional untuk gerakan Papua Barat. Sejak diberikan suaka politik di Inggris pada tahun 2002, Wenda telah berjuang tanpa lelah untuk penentuan nasib warga Papua Barat dari pusat kegiatannya di Oxford," ujar Walikota Oxford, Craig Simmons, dalam sambutannya terhadap penghargaan untuk Benny.
Sementara menurut pihak Indonesia, Benny adalah sosok individu yang terkait dengan kekerasan dan pelanggaran hukum.
"Kalau catatan status, apa yang kita miliki dari Kepolisian, yang bersangkutan setidaknya terlibat dalam aksi kekerasan yang dialami polisi. Ada suatu kasus demonstrasi dan kemudian ada polisi yang terbunuh. Itu satu." External Link: Penjelasan Kemlu RI atas penghargaan Oxford
"Namun yang paling penting adalah statemen yang muncul belakangan ini tentang dikeluarkannya, belum lama ini, dia mengaitkan bahwa dirinya bertanggung jawab atas perjuangan politik dan perjuangan separatisme bersenjata yang dilakukan di Papua."
Teuku Faizasyah turut mencontohkan satu kasus yang bisa dikaitkan erat dengan Benny.
"Kasus-kasus seperti pembunuhan pekerja konstruksi, diduga mau tidak mau dikaitkan dengan apa yang diklaimnya sebagai pertanggung jawaban dirinya sebagai pemersatu kegiatan politik dan kegiatan bersenjata di Papua."
"Dengan demikian ini menjadi salah satu rujukan yang sudah Pemerintah Indonesia sampaikan ke pihak Oxford."
"Pihak Oxford sudah kita tekankan bahwa ada satu korelasi antara kekerasan yang terjadi di Papua dengan apa yang diklaim Benny Wenda sebagai pimpinan dari gerakan atau kelompok kriminal bersenjata tersebut."
Ikuti berita-berita lainnya di situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berdalih Alat Bukti Sulit Dibaca, TGPF Gagal Ungkap Pelaku Serangan ke Novel Baswedan