jpnn.com - Perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (3/03) berlangsung sederhana. Sekitar 1.000 umat Hindu di Solo merasakan keramahan dan kehangatan kota yang mereka tinggali dalam menyambut Nyepi.
Laporan Romensy Augustino, Solo
BACA JUGA: Situs Srigading, Kisah Mistis dan Isyarat dari Bukit Samping Masjid
IDA Bagus Komang Sarnawa terlihat membersihkan Pura Indra Prasta, Mutihan, Sondakan, Laweyan, Kota Solo pada Kamis (3/03) siang. Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Solo itu ditemani dua rekannya.
Pria berdarah Bali itu tinggal di Solo sejak 1984. Selama hampir 40 dasawarsa, Komang merayakan pergantian tahun baru Saka di kota asal Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
BACA JUGA: Asa Persis Solo, Jejak Jokowi dan Kiprah 2 Anak Presiden
Memang Komang merasa senang bisa tinggal di Solo. Namun, kerinduan akan kampung halamannya di Bali terkadang melintas.
"Terkadang rindu untuk Nyepi di Bali,” tuturnya kepada JPNN.com.
BACA JUGA: Taman Bung Karno di Singaraja, Destinasi Anyar tentang Putra Sang Fajar di Bali Utara
Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 membatasi aktivitas Komang, termasuk dalam merayakan Nyepi. “Namun, kami tetap laksanakan (perayaan Nyepi),” katanya.
Sambil bersila, dia menceritakan perbedaan merayakan Nyepi di Solo dan Bali. Di Pulau Dewata, perayaan Nyepi benar-benar menyatu dengan adat dan budaya masyarakatnya.
Adat sudah mengatur setiap orang dilarang bepergian, kecuali ke tempat-tempat layanan darurat, seperti rumah sakit dan kantor polisi. "Pesawat saja tidak diperbolehkan melintas," tutur Komang menceritakan suasanya Nyepi di provinsi berjuluk Pulau Seribu Pura itu.
Adapun Solo memiliki adat tersendiri. Meski umat Hindu minoritas di daerah berjuluk Kota Bengawan itu, mereka tetap merasa dihormati.
Memang sebagian besar warga Solo tetap beraktivitas seperti biasa saat Nyepi. Namun, di balik itu semua, mereka menghargai perayaan Nyepi yang dilakukan oleh Umat Hindu.
“Saya menerima banyak ucapan selamat hari raya, berarti ada yang memperhatikan umat Hindu sedang merayakan Nyepi,” tuturnya.
Perayaan Nyepi kali ini pun begitu istimewa bagi Komang. PHDI Solo mengusung tema ‘Moderasi Beragama Menuju Indoesia Maju’ dalam rangka perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1944.
Komang menjelaskan tema itu merupakan wujud toleransi dan persaudaraan dalam keberagaman masyarakat di Indonesia.
"Saya sakit, kamu juga sakit. Saya senang, kamu juga senang. Itu adalah aktualisasi dari tema Nyepi tahun ini," kata dia.
Pria asal Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, itu menjelaskan umat Hindu di Jateng dan Yogyakarta memulai prosesi Nyepi dengan melasti di Umbul Pengging, Klaten pada, 26 Februari 2022. Melasti, tutur Komang, sering dipadankan dengan ‘padusan’ dalam tradisi Jawa.
Prosesi selanjutnya ialah Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta pada Rabu (2/03). Tawur Agung bertujuan menetralkan energi negatif agar makhluk astral tidak mengganggu pelaksanaan Sapta Brata Penyepian.
Pada malam hari yang sama, sekitar pukul 20.00 WIB, ada upacara melarung sesajen ke Bengawan Solo.
Adapun proses Nyepi dilaksanakan mulai Kamis (3/03) pukul 06.00 hingga Jumat (4/03) pukul 06.00. Selama Nyepi, seluruh lampu di Pura Indra Prasta dimatikan.
Namun, umat Hindu di Solo tidak serta-merta menerapkan aturan perayaan Nyepi secara sakelek. Sebab, pelaksanaan Catur Brata Penyepian yang berisi 4 larangan disesuaikan dengan Desa Kala Patra yang berarti tempat, waktu, dan situasi.
"Kalau punya anak cilik di rumah, ya, jangan dimatikan lampunya," papar Komang.
Umat Hindu juga melaksanakan Sapta Brata Penyepian yang berarti tidak bepergian secara fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, tidak ada tindakan bersenang-senang dalam konteks berfoya-foya.
Nyepi secara secara filosofi memiliki makna introspeksi atas berbagai perbuatan selama Tahun Saka 1943, dan yang akan dilakukan pada Tahun Saka 1944.
Prosesi Nyepi berakhir dengan Ngembak Geni pada Jumat (4/03) pagi. Umat Hindu kembali menghidupkan 'api kehidupan' yang sebelumnya dimatikan selama pelaksanaan Sapta Brata Penyepian sejak hari sebelumnya.
"Kami hidupkan (api) dengan sembahyang pagi, mengucapkan terima kasih kepada Tuhan dan juga yang dinetralisasikan tidak mengganggu Catur Brata Penyepian," katanya.(mcr21/jpnn)
Redaktur : Antoni
Reporter : Romensy Augustino