Kejagung Mendakwa 5 Perusahaan dalam Grup Wilmar Telah Merugikan Negara Rp12,3 T

Kamis, 04 April 2024 – 14:27 WIB
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima perusahaan yang tergabung dalam Wilmar Grup telah merugikan keuangan negara, keuntungan tidak sah, dan merugikan sektor usaha yang seluruhnya berjumlah Rp 12.312.053.298.925 atau Rp 12,3 triliun. ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima perusahaan yang tergabung dalam Wilmar Grup telah merugikan keuangan negara, keuntungan tidak sah, dan merugikan sektor usaha yang seluruhnya berjumlah Rp 12.312.053.298.925 atau Rp 12,3 triliun.

Adapun, kelima korporasi itu yakni PT. Multimas Nabati Asahan, PT. Multi Nabati Sulawesi, PT. Sinar Alam Permai, PT. Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT. Wilmar Nabati Indonesia.

BACA JUGA: KPK Dalami Aliran Uang dari Anak Usaha Wilmar Grup kepada eks Pejabat Pajak

Jeratan hukum terhadap kelima anak perusahaan Wilmar Grup itu merupakan pengembangan dari kasus yang sebelumnya menjerat Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, tim asisten Menko Perekonomian Weibinanto Halimdjati, dan Presiden Direktur PT. Sari Agrotama Persada Tonny Muksim dalam kaitan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

"Dari total Rp 12.312.053.298.925 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut sebagaimana laporan kajian analisis keuntungan ilegal dan kerugian perekonomian negara akibat korupsi di sektor minyak goreng dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/4).

BACA JUGA: Ada Aliran Uang Rp 6 Miliar dari Anak Usaha Wilmar Group ke Rafael Alun

Jika dirincikan, Wilmar Grup mendapatkan keuntungan tidak sah dalam kasus korupsi ekspor CPO, yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng. Keuntungan tidak sah itu mencapai Rp 1.693.219.219.880.621 atau senilai Rp 1,69 triliun.

Tak hanya itu, perbuatan Wilmar Grup juga berdampak pada kerugian sektor usaha dan rumah tangga sejumlah Rp 8.528.936.810.738 atau Rp 8,52 triliun. Serta berdampak pada kerugian keuangan negara senilai Rp 1.658.195.109.817 atau Rp 1,65 triliun.

BACA JUGA: Kantor Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau Digeledah, Kejagung Sita Berbagai Bukti Hasil Korupsi

"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 1.658.195.109.817,11 berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP Nomor PE.03/SR - 511/ D5/01/2022 Tanggal 18 Juli 2022," ucap Jaksa.

Jaksa menguraikan, Tonny Muksim alias Thomas Muksim yang bertindak sebagai Executive Director kelima perusahaan yang tergabung dalam Wilmar Group berdasarkam surat kuasa dari Wakil Presiden Direktur PT Wilmar Nabati, Erik mempunyai tugas melakukan pengajuan atas permohonan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan/atau produk turunannya.

"Untuk keperluan tersebut Thomas Muksim memberikan keterangan, membuat, suruh membuat dan menandatangani surat-surat dan/atau dokumen yang diperlukan dengan nama apapun juga dan selanjutnya melakukan segala tindakan hukum lainnya yang diperlukan sehubungan dengan maksud tersebut satu dan lain tanpa kecuali," ujar Jaksa.

Jaksa menguraikan pada periode Juli 2021 sampai dengan Desember 2021 harga minyak goreng di dalam negeri mengalami kenaikan yang signifikan. Sesuai data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga minyak goreng curah pada Juli 2021 berada pada kisaran RP 11.300/liter, Desember 2021 telah berada pada kisaran Rp 16.000/liter.

Sedangkan untuk harga minyak goreng kemasan bermerek, pada Juli 2021 berada pada kisaran harga Rp 13.200 sampai dengan Rp 13.250/liter, dan naik pada kisaran Rp 17.000/liter pada Desember 2021. Kenaikan harga minyak goreng dipengaruhi oleh gejolak harga minyak sawit dunia yang mengalami tren kenaikan sejak awal 2021.

"Hal tersebut memicu terjadinya disparitas harga antara harga pasar luar negeri dan pasar domestik serta terjadi situasi pasokan minyak goreng untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga dan usaha mikro dan kecil mengalami kelangkaan dan kenaikan harga," ungkap Jaksa.

Karena itu, terhadap peningkatan harga minyak goreng tersebut berpengaruh pada ketersediaan stok dan tidak terjangkaunya harga minyak goreng bagi masyarakat, stok barang yang kurang dan mahal berbanding terbalik dengan kebutuhan dan kemampuan daya beli masyarakat.

Dalam menjamin ketersediaan stok dan mengendalikan harga minyak goreng, Kementerian Perdagangan melakukan upaya atau tindakan dalam menstabilkan harga dan ketersediaan minyak goreng di pasaran dengan.

"Upaya dimaksud mulaidm dilaksanakan sejak Oktober 2021, dengan menyepakati komitmen sebanyak 11 juta liter minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 14.000 perliter dari pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan (Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) selama Natal & Tahun Baru," papar Jaksa.

Mereka didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) Jo.Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pejabat Kemendag Sebut Wilmar Sudah Penuhi Aturan DMO Minyak Goreng


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler