jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh aspek terkait kasus ini terungkap dan pelaku utamanya dapat segera diproses hukum.
BACA JUGA: Rumah Mewah Tersangka Korupsi Timah Rp 271 T Ini Disita Kejagung
Terbaru, Kejagung melalui penyidik pidana khusus telah memeriksa empat orang saksi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan pemeriksaan empat saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang menjerat 21 tersangka dan telah merugikan perekonomian negara sebesar Rp 271 triliun.
BACA JUGA: Penampakan Sandra Dewi Seusai Diperiksa Kejagung Dalam Kasus Korupsi Timah
Empat saksi yang diperiksa, yaitu Y selaku Cabang Dinas ESDM untuk Wilayah Bangka Tengah dan Bangka Selatan, R selaku Inspektur Tambang Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, HK selaku Inspektur Tambang Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung, dan S selaku Inspektur Tambang Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung.
“Adapun empat orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022) atas nama Tersangka TN alias AN dkk,” ujar Kapuspenkum Ketua Sumedana seperti dilansir di laman resmi Kejagung, Jumat (17/5/2024).
BACA JUGA: Tak Hanya Sandra Dewi, Helena Lim juga Diperiksa Terkait Korupsi Timah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat pembuktian kasus rasuah yang menjerat 21 tersangka dan telah merugikan perekonomian negara sebesar Rp 271 triliun.
Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut.
Sementara itu, Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) mendesak Kejaksaan Agung untuk mengoptimalkan peran Badan Pemulihan Aset (BPA) dalam melacak dan menyita aset milik tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Langkah ini dinilai krusial guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan dan mampu mengembalikan kerugian negara yang sangat besar.
Rapat koordinasi antara KKRI dan Kejagung merupakan tindak lanjut dari kunjungan lapangan tim KKRI ke Provinsi Bangka Belitung, lokasi utama pertambangan timah. Kunjungan ini juga melibatkan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat serta satuan kerja Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
"Kami membangun sinergi dan koordinasi agar penanganan perkara ini berjalan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan. KKRI sebagai mitra strategis berperan dalam mengawal dan mendukung Kejaksaan RI, khususnya dalam penanganan perkara dugaan mega korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022," ujar Ketua KKRI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi.
Pujiyono menekankan bahwa Badan Pemulihan Aset (BPA) harus dilibatkan dalam proses penyidikan untuk mengungkap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terkait dengan kasus ini.
BPA diharapkan mampu segera menyita aset-aset yang teridentifikasi untuk dimanfaatkan dalam pengembangan penyidikan.
"Dengan begitu, aset-aset yang terdata dapat segera disita, yang merupakan bagian dari proses penyidikan. Sehingga, sedini mungkin dapat dikuasai penyidik dalam rangka pengembangan tindak pidana pencucian uang terkait kasus korupsi ini," ujar Pujiyono.
Untuk pelacakan dan perampasan aset di luar negeri, Pujiyono menambahkan, diperlukan dukungan cepat dari pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM.
“Jangan sampai izin penyitaan hari ini diajukan, tahun depan baru turun. Hilanglah itu aset, entah karena dijual atau sebab lain. Izin menyita hari ini dikirim, kalau bisa hari ini juga keluar, tidak perlu menunggu besok, apalagi tahun depan," tambahnya.
Pujiyono juga mengusulkan agar Badan Pemulihan Aset (BPA) menjadi otoritas utama dalam pemulihan aset, menggantikan peran Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini diharapkan dapat mempercepat dan mempermudah proses pemulihan aset terkait tindak pidana korupsi.
Sejauh ini, sudah ada 21 tersangka yang ditetapkan dalam kasus korupsi timah. Kejagung telah menyita berbagai aset bernilai triliunan rupiah milik para tersangka. Terbaru, Kejagung menyita sebuah rumah mewah milik tersangka Tamron Tamsil di Crown Golf Utara Nomor 7 Summarecon Serpong, Banten.
"Tim Pelacakan Aset pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah menemukan 1 unit rumah dengan luas 805 meter persegi milik atas nama Tersangka TN," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya pada Kamis, 16 Mei 2024.
Selain rumah mewah tersebut, pihak Kejagung juga telah menyita sejumlah uang tunai, 55 unit alat berat, dan 16 mobil milik para tersangka. Diketahui, tujuh dari 16 mobil yang disita merupakan milik Harvey Moeis, suami Sandra Dewi.
Penyidik Kejagung juga menyita enam smelter atau tempat pemurnian timah di Kepulauan Bangka Belitung dengan total luas bidang tanah 238.848 meter persegi.
"Serta satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Kota Tangerang Selatan," kata Ketut.
Enam smelter tersebut telah dititipkan ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga masih tetap beroperasi meski tengah dalam penyitaan. Smelter-smelter itu milik CV VIP, PT SIP, PT TI, dan PT SBS.
Selain itu, penyidik Kejagung juga memblokir 66 rekening dan menyita 187 bidang tanah atau bangunan.
Kejagung telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi PT Timah. Mereka antara lain Suwito Gunawan selaku Komisaris PT SIP, MB Gunawan selaku Direktur SIP, Hasan Tjhie selaku Direktur Utama CV VIP, dan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
Kemudian, Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018, mantan Komisaris CV VIP Kwang Yung, Direktur Utama PT SBS Robert Indarto, beneficial ownership CV VIP dan PT MCN Tamron Tamsil, Manajer Operasional Tambang CV VIP Achmad Albani, General Manager PT TIN Rosalina, Dirut PT RBT Suparta, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk tahun 2019-2020 Alwin Akbar, Manager PT QSE Helena Lim, perpanjangan tangan PT RBT Harvey Moeis, beneficial owner PT TIN Hendry Lie, dan marketing PT TIN Fandy Lie.
Para tersangka diduga mengakomodir kegiatan pertambangan liar atau ilegal di wilayah Bangka Belitung untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Tindakan mereka tidak hanya merugikan negara dari segi ekonomi tetapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal ini diperkirakan mencapai Rp271,06 triliun.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari