Kejagung Periksa Mantan Dubes Tiongkok

Terkait Korupsi Biaya Kawat KBRI

Rabu, 24 Desember 2008 – 06:02 WIB
JAKARTA - Kejaksaan Agung mengembangkan pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi pemungutan biaya kawat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) TiongkokSelasa (23/12), tim penyidik memeriksa mantan Dubes Tiongkok Yuwana dalam kapasitasnya sebagai saksi.

Yuwana merupakan Dubes 1995–1997 sebelum Letnan Jenderal (pur) Kuntara dan Laksamana Madya (Purnawirawan) A.A

BACA JUGA: Depnakertrans-BNP2TKI Bersitegang

Kustia
Keduanya mantan Dubes Tiongkok periode 2000-2004 yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus biaya kawat

BACA JUGA: Agung : Angket Haji Lebih Mendesak

”Dia diperiksa sebagai saksi
Kami ingin tahu sejarah adanya biaya itu

BACA JUGA: KPK Incar Penyimpangan Proyek Bantuan Asing

Kan waktu itu dia Dubesnya,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy di Kejagung.

Yuwana menjelaskan, saat masa kepemimpinannya, KBRI memberlakukan pemutihan dalam biaya itu”Saat itu pemohon visa untuk ke Indonesia masih membutuhkan clearance,” katanya setelah diperiksaDia menegaskan tidak ada pungutan karena telah ada surat keputusan dari Departemen Kehakiman pada 1995.

Namun, Yuwana mengaku tidak mengetahui kelanjutannyaTermasuk teknis pelaksanaannyaSebab, setelah 1997, dia tidak lagi menjadi Dubes.

Pemeriksaan Yuwana tersebut menyambung pemeriksaan terhadap dua tersangka sehari sebelumnyaMenurut Marwan, dalam pemeriksaan, kedua tersangka menyanggupi untuk mengembalikan kerugian negara.

Namun, Marwan menegaskan, meski mengembalikan kerugian negara, hal itu tidak menghilangkan unsur pidana tindak pidana korupsiSebab, kasus itu disidik dengan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pengembalian uang negara tidak menghilangkan unsur pidananya”Tapi, hal itu bisa sebagai hal-hal yang meringankan,” jelasnya.

Seperti diketahui, kejaksaan membeberkan bahwa KBRI Tiongkok telah menarik biaya untuk setiap pemohon visa, paspor, serta surat perjalanan laksana paspor (SPLP)Nilai biaya kawat (telepon dan e-mail) tersebut 55 yuan atau USD 7 (sekitar Rp 67 ribu) per pemohonTapi, pungutan yang seharusnya masuk kas negara sebagai PNBP itu justru digunakan untuk keperluan pribadi.

Berdasar data di kejaksaan, pungutan terjadi sejak Mei 2000 hingga Oktober 2004Total mencapai 10.275.684,85 yuan atau sekitar Rp 14,4 miliar dan USD 9.613 (Rp 92 juta)Pungutan itu didasarkan pada Surat Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Republik Rakyat China No 280/KEP/IX/1999. (fal/iro)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usut Rekening Liar, KPK Buru ke Departemen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler