Kejagung Terapkan Keadilan Restoratif, Pencuri Mesin Rusak Terhindar dari Pidana

Jumat, 21 Januari 2022 – 15:26 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. (ANTARA/ HO-Humas Kejagung)

jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung kembali menerapkan restorative justice untuk menyelesaikan kasus dugaan tindak pidana. Kali ini, keadilan restoratif menyelamatkan Doa Restu, tersangka kasus penggelapan di Kabupaten Kota Baru, dari jerat hukuman pidana.

"Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perkara tindak pidana atas nama tersangka Doa Restu alias Restu yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/1).

BACA JUGA: Keadilan Restoratif, Kejagung Setop Kasus Cekcok Tetangga Berujung Pelanggaran UU ITE di Aceh

Leonard menuturkan bahwa tersangka Restu yang bekerja sebagai buruh lepas di PT MSAM telah melakukan perbuatan penggelapan pada bulan November 2020.

Dia diketahui membawa barang inventaris milik PT MSAM berupa satu unit mesin kompresor beserta satu unit mesin penggerak diesel bekas, satu unit mesin semprot (STEAM) yang semuanya dalam kondisi rusak.

BACA JUGA: Keadilan Restoratif di Kasus Valencya, Langkah Jaksa Agung Dinilai Tepat

Restu membawa barang-barang tersebut dari workshop PT MSAM di Desa Sungai Pasir, Kecamatan Pulau Laut Tengah, Kabupaten Kota Baru, ke rumah tersangka di perumahan karyawan PT MSAM Gunung Batu Ladung Estate.

“Motif tersangka membawa barang-barang tersebut karena dipikir tersangka sudah tidak terpakai dan kemudian karena kebutuhan hidup akibat kesulitan ekonomi sehingga timbul niat tersangka untuk menjual nya, namun barang-barang tersebut belum sempat laku terjual,” beber Leonard.

BACA JUGA: Saksikan Keadilan Restoratif Bekerja di Sumut, Jaksa Agung Puji Kebaikan Korban

Leonard menuturkan alasan keadilan restoratif digunakan untuk menyelesaikan perkara ini antara lain karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari empat tahun.

Kemudian, telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada 13 Januari 2022.

“Masyarakat merespon positif,” katanya.

Sementara itu, lanjut Leonard, Jampidum sangat mengapresiasi Kepala Kejaksaan Negeri Kotabaru beserta jajarannya karena proses penyelesaian perkara melalui restorative justice yang menunjukkan ketajaman hati nurani seorang jaksa.

"Karena tidak mudah untuk membangun dan meyakinkan masyarakat bahwa jaksa tidak hanya terikat pada aturan dantidak mudah melaksanakan restorative justice tanpa didorong fasilitator Kasi Pidum dan Kajari," ujar Leonard.

Dia menambahkan Kepala Kejaksaan Negeri Kotabaru selanjutnya akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Sebelum diberikan SKP2, tersangka telah dilakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat maupun dari penyidik kepolisian,” tutur Leonard. (ant/dil/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler