jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril mengkritisi draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya keinginan memasukkan kembali kejahatan korupsi ke dalam KUHP.
Menurutnya, ini merupakan cara berpikir jungkir-balik dan menjadi permasalahan dalam sejarah.
BACA JUGA: Tipikor Diusulkan tak Perlu Masuk KUHP dan KUHAP
Pasalnya, kata Oce, jika melihat sejarah pemberantasan korupsi, banyak aturan yang dibuat pada tahun 50-an. Ketika itu, KUHP tidak mengakomodir mengenai perkembangan kejahatan korupsi. "KUHP menyebutnya kejahatan jabatan," ujar Oce dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (1/3).
Oce menjelaskan, pada tahun 60-an, berkembang pemikiran di parlemen semestinya kejahatan korupsi yang semakin berkembang diatur dengan undang-undang khusus. Maka pada waktu itu diperdebatkan apakah pasal-pasal tentang korupsi dikeluarkan dari KUHP dan memberikan keleluasan pengaturan tentang korupsi.
BACA JUGA: Sekjen Forum Honorer: Ada Sinyal Akan Diangkat Semua
Oce menambahkan, pada tahun 1999 dikeluarkan Tap MPR karena korupsi makin mengganas. Sehingga dikeluarkan UU baru yang lebih progresif. Ternyata hal itu tidak cukup juga.
Karena itu, Oce menyatakan, pada tahun 2001 dibuat UU khusus yang dilengkapi lembaga khusus namanya KPK, karena kepolisian dan kejaksaan dinilai tidak efektif. "Kemudian tahun 2014 ada pemikiran bahwa ini ditarik lagi ke dalam, masukin lagi ke KUHP. Ini cara berpikir jungkir balik menurut saya," ucapnya.
BACA JUGA: Mega Minta Wisnu Dukung Risma
Oce menentang apabila kejahatan korupsi dimasukkan lagi ke KUHP dan diatur dengan cara biasa serta masuk pidana umum. Alasannya, kejahatan korupsi perlu penanganan khusus.(gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Cara Aher Cegah Korupsi di Jawa Barat
Redaktur : Tim Redaksi