Kejaksaan Agung Ajak Bank Pelat Merah Berkolaborasi demi Cegah Fraud

Senin, 20 September 2021 – 07:05 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. ANTARA/HO-Humas Kejagung/aa.

jpnn.com, JAKARTA - Dalam bisnis perbankan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) menjadi salah satu fokus utama yang paling dijaga.

Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di bank milik negara.

BACA JUGA: Kejaksaan Agung Interogasi 4 Eks Komisaris ASABRI

Demikian disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam forum koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) di Press Room Kejaksaan Agung, Kebayoran, Jakarta Selatan, Kamis (16/9) lalu.

Pada kesempatan itu Leonard memaparkan inovasi yang digagasnya, yakni Kolaborasi Intelijen Kejaksaan Dalam Langkah Pencegahan Fraud pada Bank Milik Negara Menuju Terwujudnya Good Corporate Governance”.

BACA JUGA: Usut Kejahatan Keuangan, Kejaksaan Geledah Kantor 2 Kementerian

Leonard juga menyampaikan, hingga saat ini masih belum optimalnya kepastian perlindungan bank kepada nasabah dan belum adanya sistem informasi tentang sistem deteksi dini (early warning system), serta diperlukan pemahaman yang sama antar Aparat Penegak Hukum dengan pihak Perbankan (khususnya Bank Milik Negara) mengenai strategi pencegahan fraud di Perbankan.

Melihat kondisi awal tersebut, Leonard Eben Ezer Simanjuntak selaku Kapus Penkum Kejaksaan menyampaikan perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara Aparat Penegak Hukum yaitu Kejaksaan Agung dengan Himbara (Perhimpunan Bank Milik Negara yang terdiri dari: Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN) dalam jangka pendek serta dapat menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jangka menengah.

BACA JUGA: Kejaksaan Agung Tangkap Koruptor Proyek RS di Gorontalo

Dan diharapkan jangka Panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dan stakeholders lainnya.

Leonard menyampaikan bahwa tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini akan bermanfaat, antara lain: 1) memperkuat sistem Anti Fraud Bank Milik Negara khususnya dalam pilar pencegahan; 2) penguatan early warning system (sistem peringatan dini) yang lebih cepat, efektif, valid, dan komprehensif; dan 3) terciptanya Whole of Government (WoG) di antara para penegak hukum dalam rangka Pencegahan tindakan Fraud di Bank Milik Negara yang holistik, akurat & sistematis dalam penyelamatan aset & kekayaan negara, serta mewujudkan Good Coporate Governance; dan pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi Bank dan Nasabah, serta zero fraud.

"Sebagai tempat perputaran uang, bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan, baik oleh pihak bank sendiri maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatannya. Penyalahgunaan kewenangan ini disebut dengan istilah fraud," ujar Leonard dalam pemaparannya.

Leonard menyampaikan pengaturan mengenai pencegahan fraud di industri perbankan telah berlaku sejak 2011, dan terakhir disempurnakan pada POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud. Melalui POJK 39/2019 tersebut, OJK mewajibkan bank untuk untuk menyusun dan menerapkan strategi anti-fraud secara efektif.

Meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan secara ketat dan terukur, lanjut dia, kasus fraud masih saja terjadi. Pada Agustus 2020, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merilis laporan tentang 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median loss USD 8,300 per bulan.

"Dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia," kata Leonard.

Salah satu kasus high profile yang terjadi di Indonesia adalah penerimaan gratifikasi senilai Rp 2,257 miliar oleh eks Direktur BTN Maryono. Kejahatan yang dibongkar Kejaksaan Agung tersebut membuktikan peristiwa fraud bisa terjadi di mana saja dan oleh siapa saja baik itu pegawai pada lini depan, kepala cabang, sampai ke jajaran direksi.

"Langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan penguatannya. Hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak," terang Leonard.

Karena itu, lanjut dia, strategi pencegahan menjadi hal utama di bidang intelijen guna penyelamatan keuangan negara dan aset serta Pemulihan Ekonomi Nasional.

Hal ini sejalan dengan sejumlah poin dalam 7 Program Prioritas Kejaksaan RI 2021 yang telah dicanangkan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Salah satunya adalah penanganan perkara tindak pidana korupsi yang berkualitas dan berorientasi penyelamatan keuangan negara.

Leonard menyampaikan diperlukan pemahaman yang sama antara aparat penegak hukum dengan pihak perbankan, terutama bank pelat mereah, mengenai strategi pencegahan fraud. Sebagai awalan, dia pun mengusulkan sebuah kolaborasi lintas sektor antara Kejaksaan Agung dengan Himbara dan OJK.

"Dan diharapkan jangka panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan, kepolisian, KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dan stakeholders lainnya," beber Leonard.

Leonard menyampaikan bahwa tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini memiliki banyak manfaat.

Selain memperkuat aspek pencegahan dari sistem antifraud bank pelat merah, kolaborasi ini juga mewujudkan whole of government di antara para penegak hukum dalam rangka pencegahan tindakan fraud yang holistik, akurat dan sistematis.

"Serta mewujudkan good coporate governance; dan pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi bank dan nasabah, serta zero fraud," lanjut dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Agus Dwi Handaya mengapresiasi gagasan kolaborasi ekosistem ekonomi dengan aparat penegak hukum. Menurut dia, tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena fraud sangat sulit ditangani.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Human Capital dan Kepatuhan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Bob Tyasika Ananta. Dia pun memastikan pihaknya siap mendukung penuh gagasan Kapuspenkum tersebut.

"Kami mengharapkan kolaborasi tersebut dapat memperkuat sistem deteksi dini (early warning system) untuk dikembangkan ke area-area yang memungkinkan terjadinya fraud," ujar dia. (dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler