jpnn.com - JAKARTA - Kejaksaan Agung diminta serius menyelidiki dugaan keterlibatan Direktur Utama PLN, Nur Pamudji dalam kasus uang penjaminan terdakwa korupsi, Ermawan Arif Budiman (EAB).
Diduga, menghilangnya EAB saat hendak dieksekusi berawal atas penggunaan uang penjamin Rp 23,9 miliar dari PLN.
BACA JUGA: 41 Polisi Tewas Sepanjang 2014
Menurut Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsudin, Kejagung semestinya sudah paham siapa aktor di balik menghilangnya seorang terdakwa yang hendak dieksekusi. "Sesuai hukum acara saja, Jaksa Agung itu sudah tahu itu," kata Aziz.
Aziz mengatakan Kejagung memiliki kewenangan untuk menindak oknum yang mencoba menghalangi aparat saat mengeksekusi terdakwa. Dia pun yakin, Jaksa Agung sudah paham soal itu dan tak perlu diajari lagi bagaimana bertindak.
BACA JUGA: DPD Beri Nilai A- Sektor Maritim
"Dalam eksekusi itu bisa diumumkan bisa lewat intelijen. Jadi kita tidak perlu ajarin Jaksa Agung soal itu," ungkap Aziz.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan akan melakukan gelar perkara terkait kasus dugaan penyalahgunaan keuangan PT PLN Rp 23,9 miliar, yang diduga dilakukan Nur Pamudji. Gelar perkara itu dilakukan untuk menentukan status Nur Pamudji dalam kasus tersebut.
BACA JUGA: Hamdan Tolak Ikut Fit and Proper Test
"Untuk penentuan itu (tersangka) ada prosedurnya dalam bentuk gelar perkara. Jadi, tunggu saja," ungkap Kepala Sub Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Sarjono Turin, Senin 15 Desember 2014 lalu.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari dugaan penggunaan uang untuk jaminan terdakwa korupsi pengadaan flame tube GT 1.2 Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (KITSBU), Sektor Belawan.
PLN diduga menyetor uang penjaminan terhadap EAB Rp 23,9 miliar ke rekening Pengadilan Negeri Medan pada 7 April 2014. Penjaminan terhadap EAB dipertanyakan setelah EAB menghilang dalam beberapa waktu terakhir dari seharusnya menjalani kurungan pidana. EAB didakwa merugikan negara Rp 23,9 miliar dalam perkara Flame Tube PLN Belawan.
Pada saat surat permohonan penarikan kembali uang jaminan tersebut telah dilakukan, sempat menimbulkan pertanyaan perihal sumber dana uang penjaminan, termasuk dari Ombudsman Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara.
Pada 16 September 2014, Kejagung sempat meminta keterangan Dirut PLN dan Direktur Keuangan PLN. Keduanya menjelaskan duduk perkara uang jaminan disertai dasar aturannya.
Pada 6 Oktober 2014, Ketua PT Medan menerbitkan Penetapan No. 311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 yang menetapkan dua poin.
Pertama, memerintahkan penahanan EAB untuk ditahan di Rutan Tanjung Gusta terhitung 6 Oktober 2014. Kedua, memerintahkan Ketua PN Medan mengembalikan uang jaminan tersebut.
Per tanggal 9 Oktober 2014, uang jaminan pengalihan penahanan Rp 23,9 miliar tersebut telah dikembalikan oleh Ketua PN Medan. Nah, pada 13 Oktober 2014, Majelis Hakim PT Medan memutus perkara banding EAB dengan menambah pidana menjadi 8 tahun dan denda Rp 100 juta.
Berdasarkan Penetapan Ketua PT Medan No. 311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 Kejari Medan memanggil EAB untuk ditahan, namun hingga saat ini belum diketahui keberadaannya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Cara Yuddy Hitung Penghematan dari Larangan Rapat di Hotel
Redaktur : Tim Redaksi