jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan di seluruh wilayah Indonesia telah menyelesaikan 1.809 perkara melalui keadilan restoratif atau RJ (Restorative Justice) pada periode Januari 2024 sampai dengan 25 November 2024.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan sesuai data Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menjadi yang terbanyak telah menyelesaikan perkara melalui keadilan restoratif dengan jumlah sebanyak 331 perkara.
BACA JUGA: Katarina Minta Jaksa Segera Eksekusi Pelaku Pemalsuan Akta Setelah Kasasi Dikabulkan
Selanjutnya, terbanyak kedua adalah Kejati Sulawesi Selatan yang telah menyelesaikan 111 perkara melalui keadilan restoratif.
Kemudian, terbanyak ketiga adalah Kejati Jawa Barat yang telah menyelesaikan 99 perkara lewat keadilan restoratif.
BACA JUGA: Sidang Replik Kasus Sumpah Palsu, Jaksa Minta Hakim Tolak Seluruh Pleidoi Terdakwa
Harli menyebut bahwa jumlah perkara terkait Orang dan Harta Benda (Oharda) yang telah diselesaikan Kejaksaan melalui keadilan restoratif adalah sebanyak 1.693 perkara dan yang ditolak adalah sebanyak 24 perkara.
Lalu, perkara Keamanan Negara dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lainnya (Kamnegtibum-TPUL) yang telah diselesaikan melalui keadilan restoratif adalah sebanyak 31 perkara dan tidak ada yang ditolak.
BACA JUGA: Jessica Wongso Keluar dari Ruang Sidang, Gegara Hakim Memberikan Izin kepada Jaksa
Terakhir, pada perkara narkotika, jumlah perkara yang telah diselesaikan melalui keadilan restoratif adalah sebanyak 85 perkara dan 7 perkara yang ditolak.
Adapun total perkara yang telah diselesaikan Kejaksaan RI melalui sistem keadilan restoratif sejak tahun 2020 hingga 25 November 2024 adalah sebanyak 6.306 perkara.
Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada Rabu (13/11) mengatakan bahwa tidak semua kasus dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif.
Karena ada beberapa persyaratan yang harus terpenuhi di antaranya, telah dilaksanakan proses perdamaian, belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Selain itu ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Sementara untuk syarat keadilan restoratif khusus penyalahgunaan narkotika yaitu berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir.
Persyaratan lainnya yaitu tidak pernah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO), dan berdasarkan hasil asesmen terpadu, tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalahguna narkotika dan lainnya. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Agung Sebut Keadilan Restoratif Solusi Masalah Ketimpangan Hukum
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan