jpnn.com, JAKARTA - Katarina Bonggo, korban kasus pemalsuan akta autentik dan keterangan palsu memenangkan gugatannya terhadap mantan mertuanya Aky Jauwan dan Biksuni Eva.
Hakim Mahkamah Agung (MA) telah memvonis Aky Jauwan dua tahun kurungan. Kemudian satu tahun kurungan untuk Biksuni Eva yang merupakan anak Aky.
BACA JUGA: Mengharukan, Katarina Johnson Tolak Naik Kursi Roda, Tertatih-tatih Berlari ke Garis Finis
Masa kurungan atau tahanan tersebut tertuang dalam vonis Hakim MA yang diketuai Dwiarso Budi serta Hakim Anggota Sutarjo dan Ainul Mardhiah melalui nomor putusan 1634K/ PID/2024.
Dalam putusan vonis tersebut, Katarina Bonggo tak henti-hentinya mengucap syukur dengan mata berkaca-kaca.
BACA JUGA: ChildFund Lindungi Hak Dasar Anak Lewat Proyek Akta Kelahiran
Dia pun berharap agar pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Utara untuk segera melakukan eksekusi penahanan terhadap kedua terhukum tersebut, Aky Jauwan dan Eva Jauwan.
" Puji Tuhan perjuangan saya selama lima tahun ini yang menghabiskan tenaga serta pikiran saya ternyata tidak sia-sia. Akhirnya saya bisa mendapatkan keadilan sebesar-besarnya dan seadil-adilnya," ujar Katarina dalam siaran persnya, Kamis (28/11).
BACA JUGA: Bareskrim Bekuk Tiga Tersangka Kasus Dugaan Pemalsuan Akta Perusahaan
Menurut Katarina, dengan divonisnya dua terdakwa atas kasusnya itu, dirinya berharap pihak kejaksaan untuk menahan dua terdakwa.
Majelis Hakim Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Jakut) terhadap Aky Jauwan dan Eva Jauwan.
Sebab, sebelumnya majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara diketuai Syofia Marlianti pada sidang putusan, Selasa (30/7/) memvonis bebas Aky Jauwan dan Eva Jauwan dari tuntutan jaksa.
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang tuntutan menuntut keduanya dengan hukuman masing-masing empat tahun dan dua tahun penjara.
Namun, majelis hakim menyatakan Aky Jauwan dan putrinya tidak bersalah sebagaimana didakwakan jaksa.
Menurut pertimbangan hakim, terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan hanya disuruh tandatangan saja tanpa tahu apa isi akta tersebut. Atas pertimbangan itu, majelis hakim berkesimpulan kedua terdakwa tidak terbukti melakukan pemalsuan dan menyuruh melakukan pemalsuan sehingga harus dibebaskan dari segala tuntutan.
JPU Pratama Hadi Karsono dan Dhiki Kurniawan mempertanyakan tentang pertimbangan majelis hakim yang membebaskan kedua terdakwa dari tuntutan jaksa. Sebab, majelis hakim hanya mengambil isi nota pembelaan (pledoi) terdakwa dan kuasa hukumnya saja.
Sedangka fakta di persidangan menurut JPU sama sekali tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim. Begitu juga keterangan saksi ahli yang diajukan JPU di persidangan juga tidak dijadikan sedikit pun pertimbangan oleh hakim dalam putusannya.
Padahal seperti dikatakan pihak kejaksaan, terdakwa Aky Jauwan dan putrinya Eva Jauwan sesuai fakta di persidangan jelas-jelas melakukan pemalsuan akta otentik terkait pernikahan Katarina dengan Alexander, putra kandung Aky Jauwan.
Selama lima tahun Katarina berjuang untuk mendapatkan keadilan, namun malah gagal hanya dengan satu ketukan palu hakim. Katarina mengaku tidak mau menyerah begitu saja dan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan akhirnya dia dapatkan dengan keluarnya vonis hakim Mahkamah Agung.
Kasus pemalsuan akta otentik ini saat pernikahan Katarina dengan Alexander pada 2008. Mereka menikah secara resmi di gereja dan vihara. Namun, pernikahan itu hanya berlangsung dua tahun karena pada 2010 mereka sepakat bercerai.
Beberapa tahun setelah bercerai, tepatnya 2017, Alexander meninggal dunia karena sakit. Takut harta peninggalan putranya diambil Katarina, terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan sesuai laporan Katarina ke Polda Metro Jaya nekat membuat akta palsu yang menyatakan Alexander semasa hidupnya tidak pernah menikah.
Hal inilah yang membuat Katarina juga melaporkan Aky Jauwan dan Eva serta Ernie yang kini menetap di luar negeri. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seluruh Bidan Desa Diduga Terlibat Pemalsuan Akta Kelahiran
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan