jpnn.com - JAKARTA - Upaya Panitia Kerja Penegakan Hukum Kebakaran Hutan dan Lahan (Panja Karhutla) Komisi III DPR, mulai berhasil menguak sejumlah kejanggalan dalam proses penerbiatan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus 15 perusahaan oleh Polda Riau.
Pada Selasa (27/9), tiga kepala kepolisian daerah (Kapolda) dihadirkan di ruang sidang komisi hukum DPR. Selain Kapolda Riau Brigjen Supriyanto, dua lainnya adalah Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Djoko Prastowo dan Kapolda Jambi Brigjen Pol Yazid Fanani.
BACA JUGA: 36 WNI Sudah Diamankan di Filipina
Untuk Sumsel, tercatat ada satu kasus di SP3. Namun pembahasan terfokus pada Riau, dengan rekor 15 kasus dihentikan.
Awalnya, Supriyanto menyatakan bahwa proses terbitnya SP3 kasus 15 perusahaan yang diduga terkibat karhutla di era Kapolda Brijen Pol Dolly Bambang Hermawan, sudah sesuai prosedur dan tidak ditemukan tindak pidana.
BACA JUGA: Saingi Tiongkok, Jokowi Minta Deregulasi Perdagangan Digital
"Dari hasil penyidikan yang telah dilakukan. Penyidik berpendapat bahwa hasilnya tidak dapat memenuhi persyaratan unsur-unsur tindakan pidana, atau tidak cukup bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183, 184 KUHP," kata Supriyanto.
Mantan Karoda Pers SSDM Mabes Polri itu, merinci SP3 diterbitkan karena ada 4 perusahaan telah dicabut izinnya oleh pemerintah ketika terjadi kebakaran, 8 perusahaan arealnya yang terbakar dikuasai masyarakat dan telah ditanami sawit. Juga sumber api berasal dari lahan sepadan dan perusahaan telah melakukan upaya serius memadamkan api, ada 3 perusahaan.
BACA JUGA: Vietnam Tolak Ekstradisi WNI Pelaku Perompakan, Begini Sikap Polri
Tiba sesi tanya jawab, suasana rapat semakin panas. Bahkan, sejumlah pertanyaan yang dilontarkan anggota panja membuat Kapolda Riau, yang ketika itu didampingi Wadirkrimsus AKBP Arif Rahman, tersudutkan. Apalagi, ketika itu mereka tidak membawa dokumen SP3.
Namun demikian, Anggota Panja Arsul Sani ternyata sudah memegang dokumen SP3 untuk tiga perusahaan yang ia dapat bukan dari polri. Ketiganya adalah PT Duta Laksana, PT PAN United dan PT Riau Jaya Utama.
"Terikait SP3 ini saya melihat, kebetulan mendapatkan tiga contoh surat SP3 di sini. Pertama yang saya soroti tentang saksi ahlinya. Karena bapak paparkan, SP3 digantungkan pada keterangan saksi ahli. Ini contoh SP3 di Riau, saya tidak dapat dari polri," ujar Arsul, sembari membolak-balik copy-an berkas di mejanya.
Dia menilai saksi ahli yang digunakan penyidik Polda Riau dan jajaran Polresnya, sarat konflik kepentingan. Ada yang dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan ahli Dinas Kehutanan. Padahal, BLH jelas punya kewajiban mengawasi perusahaan.
Arsul heran, kenapa saksi ahli tersebut tidak dipertimbangkan Polda Riau. Karena itu, Panja akan mendatangkan saksi ahli terbaik soal lingkungan. Termasuk yang pernah digunakan oleh mantan Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi, ketika membongkar kasus illegal logging beberapa tahun lalu.
Sebab, setelah dipelajari Arsul, saksi ahli yang digunakan Polda Riau ada yang tidak memenuhi kualifikasi ahli dilihat dari latar belakang pendidikan. Contohnya ada yang pendidikannya ahli kesehatan masyarakat.
"Nah itu Pak, yang menjadi pertanyaan saya, kok ahlinya seperti yang diahlikan. Bukan benar-benar ahli dengan kualifikasi yang memadai," ujar Arsul.
Kejanggalan lain adalah tidak disebutkan pasal yang di-SP3-kan. Padahal, SP3 itu penghentian penyidikan atas satu dugaan tindak pidana atas pasal tertentu. Tapi di dokumen yang didapatnya tidak terlihat ada pasal yang dihentikan.
"Jadi kami sudah analisis meski dengan bahan terbatas. Termasuk kualitas saksi ahli yang digunakan oleh polisi," kata Arsul.
Rapat panja masih akan terua bergulir dengan menghadirkan mantan Kapolda Riau Brigjen Dolly, Kejati Riau dan sejumlah ahli kebakaran lahan, lingkungan, dan ahli gambut. Yang paling disorot panja adalah soal tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) 12 kasus yang SP3 oleh Polda Riau ke kejaksaan.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Belum Puas untuk Satu Hal Ini
Redaktur : Tim Redaksi