BACA JUGA: Kejutan Siasat Memutar Demokrat ke PDIP
Juga seperti tidak pernah terpikirkan oleh siapa pun sebelumnyaKemenangannya yang besar, banyaknya partai yang langsung menyatakan bergabung kepadanya dan kenaikan drastis popularitasnya, membuat satu kesimpulan bahwa SBY akan dengan mudah mengepung, menjepit, dan mengalahkan Megawati
BACA JUGA: SBY-JK; Memuaskan dan Tidak Memuaskan
Sejak awal di masyarakat memang sudah terbentuk persepsi, bahwa lawan SBY hanyalah Megawati
BACA JUGA: Mencoba Hotel Kempinski Indonesia yang Baru (3-Habis)
JK tidak pernah masuk hitungan antara lain karena sejak awal JK sudah memosisikan diri untuk jadi calon wapres sajaTermasuk terkesan tidak mau membesarkan Golkar, agar mempermudah dirinya untuk hanya menjadi cawapresBahkan banyak kalangan dekat JK yang secara guyon menyatakan ketakutannya jangan-jangan Golkar menang pemilu dan akibat kemenangan itu JK harus menjadi calon presidenSampai-sampai iklan-iklan Golkar dan pencitraan JK baru gencar di hari-hari akhir menjelang pemilu.
Maka, sejak awal akan dianggap aneh kalau Partai Demokrat akan menggandeng PDI-PerjuanganBahwa, hari-hari ini partai pemenang Pemilu itu menjalin kontak intensif dengan PDI-Perjuangan, siapa yang sangka" Persis seperti tidak tersangkanya pembalap yang sedang cepat-cepatnya melaju di jalur lurus mendekati finis tiba-tiba harus menikung dan memutar balik.
Seolah-olah ada teriakan peringatan dari tribun yang membuat sang pembalap harus menoleh: hati-hati, ada koalisi besar! Bergabungnya Golkar dan PDI-Perjuangan dalam koalisi besar ini rupanya tidak boleh diabaikanApalagi kenyataan berbicara meski sudah begitu banyak partai yang bergabung ke SBY, jumlah kursi di DPR belum mencapai 50 persen
Rupanya dari sinilah Demokrat termakan oleh isu koalisi besarLalu muncul pikiran apa salahnya mencoba "memecah" koalisi besar ituBahkan apa salahnya kalau wakil presiden pasangan SBY adalah orang PDI-Perjuangan meski itu tidak harus MegawatiMunculnya nama Boediono sebagai cawapres rasanya bermula dari siniApakah mantan Menko Ekuin yang kini menjabat gubernur Bank Indonesia itu orang PDI-Perjuangan" Setidaknya Boediono adalah "anak pilih" MegawatiBoediono bisa menjadi tokoh nasional ketika Megawati sebagai presiden mengangkatnya sebagai menteri keuangan yang berhasilBoediono bisa dianggap sebagai "anak Megawati" sendiri.
Meski mengejutkan, ide mengajak PDI-Perjuangan itu tentu harus dinilai sangat cerdasJuga ide yang bisa memberikan pendidikan politik bahwa di zaman seperti ini fanatik itu tidak diperlukanDi politik itu apa pun mungkin saja terjadiKoalisi yang sudah ada, kalau ditambah PDI-Perjuangan tentu amat sempurna bagi SBY: tidak hanya mencapai cita-cita jadi presiden tapi juga menguasai parlemenDengan kondisi seperti itu keinginan apa pun akan bisa dicapai dengan lebih mudahTermasuk, mestinya, keinginan untuk membuat Indonesia lebih majuKalau toh partai-partai kecil anggota koalisi "ngambek" tidak banyak berpengaruhPenguasaan kursi dua partai ini (PD 148 dan PDIP 93) sudah mencapai 42 persen dari 560 kursi parlemen
Kalangan intern PDI-Perjuangan kelihatannya juga sudah mulai menerima ide iniApalagi koalisi ini tentu memberikan kesempatan pada kader-kader PDI-Perjuangan untuk duduk di kabinet dalam jumlah yang besarSebuah kesempatan untuk menyiapkan kader-kader partai menjadi pimpinan puncak negara kalau kelak PDI-Perjuangan menang Pemilu
Tentu bisa saja ada motif lain yang sifatnya lebih pragmatis: sudah lelah jadi oposisiApa salahnya sekali-kali ikut jadi penguasaDan koalisi besar langsung berubah menjadi koalisi gemuk "di pihak yang berbeda.
Untuk merealisasikan koalisi gemuk ini tentu masih harus ada kata putus dari tokoh sentral PDI-Perjuangan Megawati: mau atau tidakIni tidak mudah meski juga bukan berarti tidak mungkinSemua orang sudah mencatat bahwa dalam hal ini Megawati sangat kerasDan dia sangat bangga dengan kekerasan hatinya ituJangankan berkoalisi, bertemu saja tidak mau.
Tapi, siapa tahu realitas hasil pemilu ini mampu menyadarkan dirinyaAtau, siapa tahu masih ada orang yang bisa meluluhkan hatinya, meski suaminya sendiri pun tidak akan bisa melunakkan kekerasan hatinyaKonon, ketika sang suami sakit dan dijenguk oleh SBY, sang isteri keluar ruangan hanya beberapa menit sebelum SBY masukSampai-sampai sang suami (yang Palembang) pernah guyon mengenai isterinya yang Jawa itu: apakah orang Jawa memang begitu?
Meski demikian bukan berarti tidak ada tanda-tanda Megawati mau melunakLihatlah apa yang terjadi Minggu lalu ketika Megawati sudah mau menerima kedatangan Mensesneg Hatta Radjasa di rumahnyaIni tentu kemajuan besar mengingat Hatta adalah orang kepercayaan SBY
Apalagi pembicaraan itu sampai satu jamTidak mungkin waktu selama itu hanya untuk membicarakan serah terima rumah dinasWaktu satu jam cukuplah untuk membicarakan berapa kursi menteri yang akan didapat PDI-Perjuangan di kabinet kelakTermasuk siapa tahu cukup untuk membicarakan bagaimana Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) bisa bekerja sama secara harmonis dengan Puan Maharani Megawati ketika dua-duanya sudah dilantik menjadi anggota DPR dengan sejarah kehebatan masing-masing: peraih suara terbanyak pertama dan kedua se-Indonesia.
Maka fokus perhatian hari-hari menjelang batas waktu pendaftaran calon presiden yang tinggal lima hari lagi ini adalah MegawatiLebih fokus lagi: hatinya MegawatiTetap keraskah" Melunakkah" Bisa jadi tanggal 12 besok dia melunak, lalu tanggal 13 mengeras, tanggal 14 melunak lagi, tanggal 15 pagi mengeras lagi dan tanggal 15 siang melunak kembaliDrama akan menegangkan sampai tanggal 15 siang itu: saat capres SBY harus menggandeng calon wakilnya ke KPU untuk mendaftarkan diri keesokan harinya
Siapa tahu Megawati mulai mempertimbangkan betapa banyak kadernya yang sudah lama mimpi kekuasaan dan kini ada peluang untuk mencapainyaApalagi, siapa tahu Megawati juga berpikir alangkah hebatnya Indonesia kalau dipimpin oleh seorang presiden yang dalam pemilu menang mutlak dalam satu putaran dan di parlemen selalu didukung oleh koalisi gemuk.
Bahkan siapa tahu Golkar (setelah menyingkirkan JK dalam Munas yang akan datang) juga tertarik sekalian untuk bergabung ke koalisi gemuk dengan tawaran jatah menteri tertentu lagiDan siapa tahu, ya sudahlah, untuk apa ada tiga partai besarSatu sajalahSemua bergabung ke dalamnya di bawah satu kepemimpinan SBY.
Indonesia pun akan bisa seperti yang diharapkan, meski kenyataan tidak akan selalu bisa sebagus yang diinginkan.(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mencoba Hotel Kempinski Indonesia yang Baru (2)
Redaktur : Tim Redaksi