USAI mandi, saya ingin turun ke lobiTeman saya sudah menunggu di lobi Hotel Kempinski Indonesia (d/h Hotel Indonesia) ini
BACA JUGA: Mencoba Hotel Kempinski Indonesia yang Baru (2)
Begitu keluar kamar, saya kembali terpikir bagaimana bisa membuat koridor ini lebih nyamanBACA JUGA: Mencoba Hotel Kempinski Indonesia yang Baru (1)
Sampai tiba di lift terdekat, tetap saja tidak keluar ide bagaimana membuat koridor itu terasa lebih lapang
BACA JUGA: Beli Kursi di Langit
Lalu saya pencet tombol "L" yang dugaan saya pasti singkatan dari lobbyEh, ternyata bukanTiba di lantai itu saya tidak mendapatkan lobbySaya naik kembali ke lantai enamKeluar dari lift saya perhatikan tanda-tanda, jangan-jangan saya salah memilih liftLogika saya mestinya tidak salahSemua orang, menurut akal sehat, tentu akan selalu mencari lift terdekatMaka itulah lift terdekatJadi, akal saya sebenarnya masih sehatApalagi, tidak ada petunjuk sama sekali bahwa penghuni tidak boleh menggunakan lift terdekat itu.
Saya pun mencari-cari lift yang lainOh, di sebelahnya ada dua lift lagi yang juga berjajarSaya pun masukKali ini saya merasa pasti inilah lift yang benarTernyata saya salah lagiLift ini lift barang yang juga tidak bisa dipakai ke lobiSekali lagi saya tidak melihat tanda apa pun bahwa lift itu lift barang, kecuali dinding-dindingnya yang tahan benturanApalagi, saya juga baru melihat banyak orang keluar dari lift ituLogika saya: ini bukan lift barang.
Saya pun naik lagi ke lantai 6Barulah saya benar di langkah ketigaSaya gunakan lift yang benar-benar benarDi lokasi itu ternyata ada enam lift, berjajar dua-duaTidak ada petunjuk apa pun mana lift yang ke manaSetelah bertanya, barulah saya tahu, jajaran lift terdekat tadi adalah lift untuk apartemenJajaran lift yang tengah untuk barangSedangkan jajaran yang satunya lagi barulah untuk penghuni hotel.
Besok paginya, ketika akan makan pagi, saya tidak salah lagiSaya sudah bisa memilih lift dengan benarBukan karena sudah ada petunjuknya, melainkan karena saya selalu mengingat-ingatnya sejak sebelum tidurBesok pagi saya tidak boleh salah lagi dalam memilih lift yang manaSampai-sampai terbawa ke mimpiSaya ingat ketika menjadi anggota MPR dulu, pernah diinapkan di Hotel IndonesiaRasanya waktu itu memang banyak sekali lift di situRupanya lift-lift tersebut masih sama tempatnya, hanya kali ini dibeda-bedakan penggunaannya.
Pagi itu sebenarnya saya mengharapkan bisa makan pagi agak banyakMaklum, harganya juga Rp 350.000 per orangTapi, makanan yang ada sangat standar "untuk ukuran hotel dengan tarif Rp 2,5 juta semalamJadi, tidak banyak pilihanTidak apa-apaToh saya harus segera ke bandara menuju ke BalikpapanBaik makanan maupun tata ruang coffee shop itu sangat biasaKecuali ada beberapa kursi yang ditata di luar ruang sehingga ada pilihan bagi orang yang mau udara bebas atau barangkali mau merokokTapi, karena kolam airnya belum selesai, kursi-kursi itu hanya menghadap plester-plester semen di sana-sini.
Oh, ada yang mengesankanAda tiga foto besar hitam putih yang menghiasi dinding coffee shop ituFoto-foto itu pun bisa menimbulkan nostalgia yang jauhPaling kiri ada foto Bung Karno dengan kegagahan uniform kepresidenannya dan tongkat komandonyaBung Karno dalam foto itu lagi dalam posisi seperti berbisik kepada gadis cantik berambut pirangYa, semua orang tahu: dialah Marilyn MonroeBintang film simbol seks yang mati bunuh diri justru ketika masih seksi-seksinya.
Melihat foto itu kesan yang muncul adalah: siapa yang sebenarnya jago seks" Yang berbisik atau yang lagi mendengarkan?
Di bagian tengah barulah foto yang menimbulkan kesan bertemunya dua jagoan dunia: Bung Karno dan KennedySayangnya, Kennedy mati tertembak tidak lama setelah itu dan presiden AS berikutnya tidak mau meneruskan komitmen Kennedy kepada IndonesiaJadilah Bung Karno "patah hati" dan berpaling ke Uni Soviet dan memusuhi AmerikaLalu Amerika memusuhi Bung Karno dan kelak pada 1965 ikut menggulingkannya.
Foto yang paling kanan adalah Bung Karno dengan para penari cilik dari BaliTiga-tiganya menimbulkan kesan sendiri-sendiri yang sangat jauhSaya sempat berfoto di dekat situItulah, bagi saya, bagian yang paling mengesankan dari hotel baru yang asal usulnya dibangun dengan harta pampasan perang dari Jepang itu.(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaya Obama Tangani Aset-Aset Warisan
Redaktur : Tim Redaksi