Kekerasan Seksual Marak di Lingkungan Ponpes, Komnas Perempuan Ungkap Penyebabnya

Kamis, 09 Desember 2021 – 23:45 WIB
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi. Foto: Tangkapan layar konferensi pers virtual Komnas Perempuan

jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengungkapkan adanya ciri khas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren dibanding lembaga pendidikan lainnya.

"Pemaksaan perkawinan, yaitu memanipulasi santri bahwa telah terjadi perkawinan dengan pelaku, memindahkan ilmu, akan terkena azab, tidak akan lulus, dan hafalan akan hilang," kata Aminah saat dihubungi JPNN.com, Kamis (9/12).

BACA JUGA: Soal Kasus Pemerkosaan 12 Santriwati, Komnas Perempuan Ungkap Data Penting

Tidak hanya itu, Aminah juga mengatakan kerentanan lebih terjadi ketika santri atau santriwati belum membayar biaya pendidikan.

Menurut dia, maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren terjadi karena kurangnya pengawasan.

BACA JUGA: Muhammad Erwin Buka Lowongan Kerja Palsu di BUMN, Gampang Banget Mendapat Rp 1 M

"UU Pesantren sendiri tidak memuat hak-hak santri dan santriwati untuk bebas dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual dan tidak ada kewajiban pada penyelenggara pesantren untuk memiliki mekanisme SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pesantren," papar Aminah.

Untuk itu, dia mendorong adanya langkah responsif yang bisa diambil oleh Kementerian Agama, khususnya Direktorat Jenderal Pesantren agar kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren bisa ditanggulangi.

Diketahui, seorang guru sekaligus pimpinan pondok pesantren di Cibiru, Bandung diduga melakukan pemerkosaan terhadap 12 santrinya.

Perbuatan tersebut dilakukan selama lima tahun sehingga empat di antara korbannya telah melahirkan sembilan bayi.

BACA JUGA: Marbut Masjid Curiga Air di Kamar Mandi Jalan Terus, Lalu Diintip, Astaga, Ternyata

Pelaku diduga melakukan pemerkosaan di berbagai tempat seperti lingkungan pondok pesantren, hotel, hingga apartemen. (mcr9/jpnn)


Redaktur : Budi
Reporter : Dea Hardianingsih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler