jpnn.com, LONDON - Brexit atau keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa merupakan proses yang sampai sekarang masih bergulir. Namun, efeknya sudah dirasakan.
Salah satunya adalah meningkatnya xenofobia ketakutan irasional terhadap orang asing di negeri yang dipimpin Ratu Elizabeth II tersebut.
BACA JUGA: Uni Eropa Resmi Terima Surat Cerai dari Inggris
Pada Jumat malam (31/3) lalu, seorang remaja 17 tahun diserang delapan orang saat menunggu bus bersama dua temannya di Shrublands Avenue, Croydon.
Remaja etnis Kurdi asal Iran itu terluka cukup parah sehingga harus dirawat di rumah sakit.
BACA JUGA: Satu..Dua..Tiga! Proses Brexit Sudah Dimulai
Kemarin, Minggu (2/4), polisi menahan enam orang yang diduga terlibat dalam penyerangan tersebut.
Sebelum diserang, remaja yang namanya tidak disebutkan itu ditanya para pelaku tentang asal usulnya.
BACA JUGA: Brexit Dimulai 29 Maret, tapi Itu Tidak Mudah...
Setelah menyebut sebagai pencari suaka, dia langsung dipukuli bertubi-tubi oleh gerombolan pelaku hingga tidak sadarkan diri.
Scotland Yard menyatakan, korban mengalami pembekuan darah di otak dan tulang tengkoraknya retak. Saat ini kondisinya sudah stabil.
’’Beberapa orang menolong korban yang terbaring tak sadarkan diri,’’ ujar penyidik Departemen Investigasi Kriminal Croydon Kris Blamires.
Para pelaku yang ditahan terdiri atas empat laki-laki dan dua perempuan. Semuanya berusia 20-an tahun.
Mereka diduga telah melakukan kekerasan dan percobaan pembunuhan terhadap korban.
Anggota parlemen dari Partai Konservatif Gavin Barwell menyebut para pelaku adalah sampah.
Sebab, pemuda 17 tahun itu datang ke Inggris untuk mencari perlindungan, tetapi malah diserang.
Dia berharap para pelaku mendapatkan hukuman setimpal. Pernyataan serupa dilontarkan Jeremy Corbyn, pemimpin Partai Buruh.
’’Saya sangat shock atas serangan terhadap pencari suaka dari etnis Kurdi yang datang ke sini untuk mencari keselamatan. Saya berharap dia bisa sembuh,’’ cuit Corbyn di akun Twitter-nya.
Berdasar data kepolisian, xenofobia serta kejahatan karena kebencian meningkat sejak referendum Brexit pada 23 Juni lalu.
Dua minggu sebelum referendum, ada 1.546 kasus kebencian karena ras dan agama di Inggris dan Wales.
Dua minggu setelah referendum, jumlahnya naik menjadi 2.241 kasus. Terjadi kenaikan 41 persen.
Sementara itu, Inggris berencana mengganti desain paspor lama yang berwarna burgundi menjadi biru tua. Paspor di Inggris memang didesain ulang setiap lima tahun sekali.
Pada 2019, masa desain lama sudah habis bertepatan dengan rencana selesainya proses perceraian Inggris dari Uni Eropa.
Untuk membuat desain baru dan memproduksinya, pemerintah merogoh anggaran 490 juta pound sterling atau setara dengan Rp 8,18 triliun.
’’Restorasi paspor Inggris kami adalah pernyataan yang jelas pada dunia bahwa Inggris telah kembali,’’ tegas anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif Andrew Rosindell.
’’Penghinaan karena memiliki paspor pink UE segera berakhir dan warga Inggris sekali lagi bisa merasakan kebanggaan dan kepercayaan diri atas bangsa mereka sendiri saat bepergian seperti halnya Swiss dan Amerika,’’ tandasnya. (TheGuardian/AlJazeera/sha/c14/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Inggris Tak Sudi Dengar Pidato Trump
Redaktur & Reporter : Adil