jpnn.com, SYRIA - Pada dasarnya, operasi sudah berakhir. Cuma butuh sedikit waktu untuk memastikan semua beres. Hal itu terlontar dari mulut Kino Gabriel, juru bicara Dewan Syrian Democratic Forces (SDF). Pernyataanya menandakan "garis finis" dalam upaya menggerus kekhalifahan ISIS. Puluhan ribu orang telantar menanti sebagai pekerjaan rumah masa depan.
Menurut Reuters, suasana di Desa Baghouz, Deir Al Zour, Selasa pagi (12/3) terlihat kalem. Padahal, suara roket seakan tak pernah habis sehari sebelumnya. Dua puluh peluru kendali mengudara dan menghancurkan dua depot amunisi pusat komando serta sejumlah kendaraan militer ISIS.
BACA JUGA: SDF Gempur Benteng Terakhir Kekhalifahan ISIS
Kepala Komunikasi SDF Mustafa Bali menerangkan, prajurit koalisi berhasil membunuh 38 petarung ISIS. Di sisi lain, ISIS mengakibatkan 3 korban jiwa dan 10 korban luka dari kubu tentara koalisi.
Kini SDF memang berusaha memasuki jantung markas ISIS. Menurut Al Jazeera, sekitar 500 petarung beserta 3 ribu keluarga mereka masih bertahan di Baghouz. Mereka masih bersembunyi di bungker dengan dikelilingi ranjau.
BACA JUGA: Anak-Anak Iraq Disiksa dan Dipaksa Mengaku Anggota ISIS
"Kami sudah menghancurkan senjata-senjata mereka. Kami sempat masuk ke permukiman, tapi mundur karena ada perlawanan," ujar Argish Al Deiri, salah satu komandan SDF, kepada Associated Press.
BACA JUGA: SDF Gempur Benteng Terakhir Kekhalifahan ISIS
BACA JUGA: Sel Tidur, Teror Baru Setelah ISIS Dikubur
Petinggi AS memprediksi bahwa Baghouz tak lagi menyimpan ulama atau pentolan ISIS. Karena itu, operasi yang dilakukan tak akan memberikan dampak besar dalam melumpuhkan kekuatan organisasi.
"Kebanyakan tetua sudah pasti mengikuti pengungsi untuk menyusun rencana gerilya," tegas pejabat yang tak mau disebutkan identitasnya itu.
Hal tersebut terbukti dalam rekaman suara yang baru tersebar di media sosial. Dalam rekaman berdurasi 1,5 menit itu, mereka mengatakan bahwa pria, perempuan, dan anak di Baghouz akan dibantai para tentara bersalib.
"Saudara muslim di seluruh dunia, mari bangkit dan membalas dendam atas nama agamamu," ujar seorang laki-laki dalam rekaman.
Sementara itu, Unicef menyebutkan permasalahan lain di Syria. Yakni, nasib anak-anak di negeri itu. Menurut dia, 2018 merupakan tahun paling mematikan bagi bocah Syria. Lembaga PBB yang menaungi urusan anak tersebut memverifikasi kematian 1.106 bocah dalam setahun.
Keselamatan mereka terancam karena akses makanan dan kesehatan sangat terbatas. Sejak Januari, 60 anak meninggal dalam perjalanan menuju kemah Al Hol. Di kemah, nasib mereka pun belum terjamin.
Mereka harus berebut dengan pengungsi lain. Penampungan yang dirancang untuk mengakomodasi 20 ribu orang itu sekarang mengurus lebih dari 65 ribu orang.
"Pernyataan bahwa konflik Syria sudah selesai salah besar. Anak-anak masih dikelilingi bahaya," ujar Direktur Eksekutif Unicef Henrietta Fore. (bil/c11/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidur Tidak Tenang Jelang Kehancuran Negara Semu ISIS
Redaktur & Reporter : Adil