jpnn.com, JAKARTA - Terdapat dua pondok pesantren di wilayah Jawa Timur yang tercoreng aksi kekerasan seksual atau pencabulan yang melibatkan pengurus ponpes.
Kasus pencabulan paling menghebohkan di Pondok Pesantren (Ponpes) Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, dengan tersangka MSAT alias Mas Bechi.
BACA JUGA: 3 Poin Pernyataan Ulama Terkenal soal Kasus Mas Bechi Jombang, Tolak Sikap Kemenag
Mas Bechi yang kini berusia 42 tahun merupakan anak dari Kiai Muchtar Mu'thi. Dia telah mencabuli 5 santriwati.
Kelakuan seorang pimpinan pondok pesantren di Banyuwangi, inisial FZ, juga menggemparkan publik. Istilah sekarang 11-12, beti, beda tipis.
BACA JUGA: Candra Punya Pendapat Berbeda soal Heboh Mas Bechi Jombang, Ada Kata Selingkuh
Mirip dengan Mas Bechi, FZ juga beberapa kali mangkri dari panggilan polisi dan kabur ke luar daerah.
Polres Banyuwangi akhirnya menangkap FZ di tempat persembunyiannya di Lampung Utara pada 5 Juli 2022.
BACA JUGA: Guru Honorer Gagal PG, K2 & Negeri Minimal 3 Tahun, Semua Diangkat PPPK Tanpa Tes
FZ yang diduga mencabuli 5 santriwati dan 1 santriwan, kini berstatus tersangka dan mendekam di tahanan Polres Banyuwangi.
Terkait dengan kasus tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) meminta asas-asas pendirian pondok pesantren dijunjung tinggi agar kasus seperti kekerasan seksual tidak terjadi lagi.
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur As'adul Anam di Surabaya mengakui kasus kekerasan atau pelecehan seksual di pesantren telah terjadi sejak beberapa tahun lalu.
"Terbaru di Jatim memang ada dua kasus, yaitu di Pondok Pesantren Banyuwangi dan Jombang," ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Surabaya, Sabtu (10/7).
Kemenag pada Kamis (7/7) telah mencabut izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang, Jatim.
Pencabutan izin dilakukan kemenag akibat sikap pimpinan Pesantren Shiddiqiyyah Jombang Kiai Muchtar Mu'thi yang ikut menghalangi upaya kepolisian menangkap tersangka kasus pencabulan MSAT alias Mas Bechi.
Pencabutan izin operasional dilakukan karena terindikasi ada perintah dari kiai untuk menghalang kepolisian saat hendak menangkap putranya yang telah ditetapkan sebagai tersangka sehingga dinilai melanggar asas kemaslahatan pesantren.
Anam menjelaskan, syarat pendirian pesantren sebelum memperoleh izin operasional dari Kemenag, yaitu wajib memenuhi rukun makhat, di antaranya meliputi asas kebangsaan, kemanfaatan dan kemaslahatan.
"Kalau asas-asas pendirian pesantren itu dijunjung tinggi, tentu tidak akan terjadi kekerasan dalam bentuk apapun di pondok pesantren," ucapnya.
Dia mengatakan, tidak hanya kiai pendiri pondok pesantren yang harus menjunjung tinggi asas tersebut. Namun, juga berlaku bagi seluruh pemangku kebijakan setempat.
Anam menjelaskan, Kemenag sebenarnya selama ini telah mengawasi keberlangsungan belajar mengajar di seluruh pondok pesantren yang memperoleh izin operasional.
Bahkan, lanjutnya, Kemenag turut menggandeng Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) dari lembaga Nahdlatul Ulama (NU) dalam proses pengawasannya.
Belum lama lalu, Kemenag bersama RMI telah mendeklarasikan pesantren ramah santri.
"Saat ini kami sedang menyusun buku panduan pesantren ramah santri, demi mencegah terjadinya kekerasan dalam bentuk apapun," kata Anam.
Kemenag juga telah berkoordinasi dengan perwakilan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa UNICEF untuk melaksanakan proses pendampingan, khususnya terhadap santri-santri yang pernah mendapatkan kekerasan. (sam/antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu