Kelola Kekayaan Alam Melenceng dari Cita-cita Kemerdekaan

Selasa, 09 Mei 2017 – 06:00 WIB
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Jawa Pos.Com/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Kelompok DPD di MPR John Pieris mengatakan, cita-cita kemerdekaan di sektor ekonomi dan sumber daya seperti yang diamanatkan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, sudah jauh melenceng dari kenyataan sekarang ini.

Sebab, sampai saat ini banyak sumber daya alam Indonesia yang dikuasai asing.

BACA JUGA: Program Posyandu Anak Sekolah di Timika Tingkatkan Kepedulian Kualitas Kesehatan

Pieris mengaku tidak tahu apa yang salah sehingga amanat UUD itu tidak bisa diterapkan.

"Kesalahan semua stakeholder. Parlemen juga tidak melaksanakan kontrol dengan baik terhadap sumber daya alam sehingga banyak dikuasai asing," kata John dalam diskusi Memaknai Pasal 33 UUD 1945 di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

BACA JUGA: Penerimaan Bea Keluar Tembus Rp 1,2 Triliun

Memang, kata dia, belajar dari berbagai persoalan yang terjadi di beberapa negara di Asia, investor tanpa tenaga, modal, agak sulit.

Hal ini juga dialami Indonesia. Sehingga posisi tawar menjadi lemah.

BACA JUGA: BIJB Gandeng Pertamina Bangun dan Kelola DPPU Bandara Kertajati

"Secara konservatif mau menuntut kedaulatan sumber daya alam boleh, tapi investor bilang kamu punya apa?" kata Pieris.

Dia lantas menyontohkan, salah satu aset negara yang dikuasai asing adalah Blok Masela yang memiliki cadangan gas ratusan tahun.

Di sana ada dua perusahaan besar yakni Inpex dan Shell. "Pertamina mau masuk saja sulit, bahkan mengemis malah," kata dia.

Harusnya, dia menjelaskan, sesuai pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Negara di bawahnya bisa Pertamina. Negara harus menuntut share berapa, saham berapa. Tapi, kita tidak berdaya," ujarnya.

Menurut dia, UU Migas yang sudah gamblang mengatur juga tidak bisa memperkuat posisi negara.

Salah satu contoh lain, adalah soal kontrak kerja Freeport Indonesia yang dirombak ulang, smelter yang belum dibangun.
"Merombak direksi (Freeport) saja masih sulit," tegas Pieris.

Menurut dia, apa yang terjadi di Indonesia masih melenceng dari cita-cita proklamasi.

Negara kesejahteraan rakyat belum terwujud. Harusnya bumi, air dan kekayaan di dalamnya diperuntukkan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan.

"Keadilan harus asas bukan pada prinsipnya. Asas kekeluargaan, demokrasi, keadilan. Efisiensi itu prinsip-prinsip. Itu pasal 33 harus dirombak total," ungkap Pieris.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enni Hartati mengatakan yang menjadi persoalan adalah beberapa sektor ekonomi strategis Indonesia justru terjadi monopoli dan oligarki.

Menurut dia, kalau monopoli seperti yang dimandatkan ayat 2 pasal 33 tidak masalah.

Sebab, itu merupakan mandat dan tujuannya untuk kemakmuran.

Namun sayangnya, kata dia, UUD menerapkan prinsip kooperatif tapi di UU Migas, Minerba, Perbankan, Penanaman Modal, semua tidak konsisten dengan UUD 45.

"Jadi kalau memang serius untuk memperbaiki, ujungnya memang harus ada harmonisasi berbagai macam aturan," katanya di kesempatan itu. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Prioritaskan Pertamina Kelola Blok Karaeng


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler