Kelompok Aborigin Australia akan dikonsultasikan secara lebih luas tetapi tidak punya hak veto atas proyek pembangunan di tanah adat mereka.
Hal itu tercantum dalam usulan perubahan undang-undang di Australia Barat, yang menjadi tempat perusahaan tambang Rio Tinto (RIO.AX) menghancurkan situs batu kuno tahun lalu.
BACA JUGA: Sejumlah Teori Konspirasi Terkait COVID-19 di Australia Banyak Ditemukan di TikTok
Penghancuran situs-situs di Juukan Gorge oleh Rio Tinto, yang menunjukkan peninggalan permukiman manusia sejak 46.000 tahun yang lalu, dianggap tindakan yang sah.
Namun, aksi itu memicu kemarahan publik dan membebani para eksekutif puncak Rio Tinto, sehingga mendorong peninjauan ulang atas praktik industri dan UU Perlindungan Pusaka di Australia.
BACA JUGA: Seorang Remaja di Australia Membantu Menyelamatkan Ibunya dari Kecelakaan Mobil
Kantor berita Reuters pada hari Rabu (18/08) telah melihat catatan pengantar RUU yang akan diajukan ke parlemen Australia Barat, tempat ngarai itu berada sekaligus negara bagian paling kaya mineral di Australia.
Perubahan yang diusulkan termasuk denda yang jauh lebih besar untuk kerusakan warisan Aborigin dan fokus pada adanya kesepakatan antara pengembang dan masyarakat adat.
BACA JUGA: Facebook, Twitter, dan LinkedIn Amankan Akun Warga Afghanistan dari Sasaran Taliban
Kesepakatan yang dibuat akan memuat persetujuan penuh dari semua pilihan yang tersedia.
Tetapi RUU ini tidak memberikan hak veto kepada masyarakat adat untuk proyek-proyek pembangunan yang merusak warisan adat, seperti yang dituntut oleh kelompok-kelompok Aborigin.
RUU menyebutkan rencanan pembentukan badan pengawas dalam proses pembuatan kesepakatan yang mayoritasnya terdiri dari warga Aborigin sendiri.
RUU dirancang untuk mengatasi sistem yang ada selama ini, di mana persetujuan pembangunan hanya ada di tangan Menteri Urusan Aborigin, dan dalam prosesnya tidak melibatkan kelompok Aborigin. Juga tidak ada hak untuk mengajukan banding.
Kelompok Aborigin mengatakan mereka belum dikonsultasikan secara memadai mengenai RUU, dan menyatakan prihatin karena pemerintah tetap menjadi otoritas pengambilan keputusan tertinggi bila terjadi sengketa.
RUU menyatakan bahwa, dalam kasus terjadi ketidaksepakatan, "Pemerintah akan mempertimbangkan proses alternatif atas proposal tersebut", tanpa memberikan perincian lebih lanjut.
Dalam sepuluh tahun terakhir, catatan parlemen negara bagian menyebutkan Pemerintah menyetujui hampir seluruh permohonan yang masuk, yaitu 460 permohonan dari perusahaan tambang, untuk menambang atau menghancurkan situs-situs yang memiliki potensi budaya penting.
Hanya satu permohonan yang tidak disetujui.
Pemerintah Australia Barat masih akan membicarakan RUU ini dengan beberapa kelompok masyarakat dalam beberapa hari mendatang.
Reuters
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Taliban Berjanji Lindungi Hak Perempuan di Afghanistan, Ada yang Percaya?