Teori konspirasi yang mengklaim jika pemerintahan totalitarian akan menguasai Australia dan tentara Amerika Serikat akan menyerbu telah ditonton puluhan ribu orang di TikTok.

Para pengguna aplikasi aplikasi berbasis video ini menyebut prinsip algoritme di internet telah membuat konten-konten seperti itu bermunculan dengan cepat.

BACA JUGA: Seorang Remaja di Australia Membantu Menyelamatkan Ibunya dari Kecelakaan Mobil

Salah satu konten TikTok yang viral adalah video yang menayangkan Menteri Kesehatan New South Wales (NSW), Brad Hazzard, dalam konferensi pers mengatakan pandemi sebagai sebuah "orde baru dunia" bulan Juli lalu.

Sebutan "The New Order" dalam teori konspirasi menyebutkan adanya pemerintahan totalitarian, atau yang memiliki partai tunggal, dan sedang muncul di penjuru dunia.

BACA JUGA: Buat Masyarakat Klaten, Tolong Simak Petunjuk dari Kapolri dan Panglima TNI Ini

Teori tersebut tidak berdasar dan bukan itu juga yang dimaksudkan oleh Menteri Kesehatan NSW dalam konferensi persnya.

Konten lainnya yang ditonton sampai 130.000 lebih adalah video yang menayangkan tank milik militer Amerika Serikat yang tiba di sebuah pantai, kemudian disebut jika mereka tiba di Australia untuk perang.

BACA JUGA: MyHealth Diary Gelar Vaksinasi Covid-19 Dosis Kedua untuk Ratusan Pegiat Agama

Pekan lalu, TikTok telah menghapus konten-konten video tersebut dan penggunanya yang mengedarkannya telah diblokir.

Mitch, pemuda dari Kawasan Cairns, Australia, awalnya mengunduh aplikasi TikTok untuk hiburan, tapi ia mengatakan algoritme aplikasi tersebut mulai menawarkan konten teori konspirasi.

Di aplikasinya, konten terkait informasi salah soal COVID dimulai dengan video seorang senator dari Partai One Nation, yakni Malcolm Roberts, yang berbagi informasi salah soal vaksin.

"Kemudian muncul hoaks dan video yang mengatakan jangan divaksinasi dan saya terkejut juga," ujar Mitch.

"Saya pikir enggak masuk akal dan saya swipe ke video selanjutnya."

Laporan investigasi dari program triple j Hack dan Four Corners ABC sebelumnya menemukan jika algoritme TikTok telah membuat pengguna di Australia rentan terhadap "konten yang membahayakan" yang dimuat di bagian "For You Page".

Semakin banyak "Like" video yang diberikan, atau mengikuti akun tertentu, maka TikTok akan mempelajari kebiasaan Anda dan tak heran jika video-video yang muncul di ponsel Anda akan bertema sama.

Mitch mengatakan hanya butuh 30 menit untuk algoritme di TikTok menawarkan video-video berisi informasi yang salah soal COVID dan teori konspirasi.

Mitch bahkan sempat meng-klik "report" untuk video yang tidak ia sukai.

"Konten seperti itu tidak akan berdampak bagi saya, tapi mengkhawatirkan akan berdampak bagi mereka yang mudah dipengaruhi," ujarnya. Membahayakan kalangan remaja

Lembaga riset media di Amerika Serikat, Media Matters, mengatakan mereka menemukan banyak teori konspirasi di TikTok, mulai dari informasi yang salah terkait COVID atau informasi soal perdagangan manusia yang salah.

"Ini sangat membahayakan karena memiliki potensi untuk membuat orang yang sudah radikal semakin tertarik dengan gerakan ekstrem kanan," ujar Olivia Little, periset senior dari Media Matters.

"Bahkan penggunanya tak harus mencarinya, TikTok menyampaikan langsung gerakan ekstremis ke penggunanya, yang kebanyakan berusia 14 tahun atau lebih muda dari itu," katanya.

"Bentuk penyampaiannya di tangan pengguna tidak ditemukan di platform lain."

TikTok menyatakan pihaknya tidak "mengizinkan penyampaikan informasi yang salah yang menyebabkan kerugian bagi individu, komunitas, atau publik yang lebih luas terlepas dari niatnya".

Aplikasi ini telah melarang sejumlah pengguna penganut teori konspirasi, seperti Alex Jones, yang banyak menyampaikan teori kekerasan dan terkadang rasis.

Pengguna tidak dapat mencari namanya dan #AlexJones telah diblokir dari aplikasi tersebut.

"TikTok bekerja cepat dalam menghentikan penyebaran misinformasi COVID-19 di platform kami dengan bekerja sama dengan pemeriksa fakta, seperti AFP, dan menghapus konten dan akun yang melanggar Pedoman Komunitas kami," kata juru bicara TikTok kepada Hack.

"Kami bangga bermitra dengan pakar kesehatan di WHO dan UNICEF untuk mempromosikan informasi resmi di seluruh aplikasi kami dan mendukung siaran langsung harian Pemerintah NSW yang menyampaikan informasi penting tentang jumlah kasus COVID-19, tempat yang banyak penularannya, aturan kesehatan, dan keamanan bagi warga Australia di TikTok."

Artikel ini dirangkum dan diproduksi oleh Erwin Renaldi dari laporan triple J Hack

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lawan COVID-19, Adaro Energy Sumbangkan 1.000 Konsentrator Oksigen ke RS dan Klinik

Berita Terkait