Kelompok Radikal Pintar Manfaatkan Hoax untuk Provokasi

Rabu, 01 Maret 2017 – 18:51 WIB
Ilustrasi. Foto: JPNN

jpnn.com - jpnn.com - Indonesia tengah 'diganggu' dengan keberadaan berita bohong (hoax) serta ujaran kebencian (hate speech) yang menyebar viral di media sosial.

Ironisnya, hoax dan hate speech sulit dibendung di tengah kemajuan teknologi informasi.

BACA JUGA: Jokowi Perintahkan Bentuk Satgas Medsos, Ini Tugasnya

Hoax malah dimanfaatkan kelompok radikal untuk melakukan provokasi yang bertujuan untuk merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kelompok radikal sangat pintar memanfaatkan hoax untuk melakukan provokasi. Ini bahaya karena kelompok radikal ingin memecah belah NKRI. Untuk itu, kita harus bisa memperkuat diri dengan saling berbagi, saling menyantuni, saling mengajarkan yang baik. Juga jangan saling menghujat, jangan mudah percaya terhadap sumber berita yang belum tentu benar agar keberagaman yang ada di dalam bangsa ini tidak mudah terpecah belah," ujar mantan rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh Yusny Saby.

BACA JUGA: Berharap Pers Benteng Masyarakat dari Serbuan Hoaks

Menurutnya, keberadaan hoax dan hate speech tidak lepas dari kultur masyarakat Indonesia yang selama ini kadang sudah tidak percaya lagi mana berita benar dan tidak.

Itu terjadi karena terlalu seringnya berita hoax di media dan hate speech beredar di media sosial.

BACA JUGA: Cegah Hoax, Perlu Kecerdasan Menggunakan Media Sosial

Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh itu menambahkan, harus ada lembaga yang benar-benar bisa menjadi panutan bagi masyarakat dalam memerangi hoax dan hate speech.

"Tidak harus lembaga agama, karena faktanya masih ada lembaga agama yang kadang juga menciptakan sebagian dakwah-dakwah yang memprovokasi. Ini sangat menyedihkan," ungkap Yusny.

Menurutnya, lembaga semacam itu jelas tidak mendidik dan tak mencerdaskan bangsa.

Sebab, lembaga seperti itu tidak bisa membuat karakter orang menjadi jujur, santun, dan saling menghormati dalam bingkai toleransi beragama.

"Kalau hal semacam ini dibiarkan maka nanti yang terbina justru musuh. Padahal semua makhluk Allah itu saudara kita semua. Marilah saling menghormati, jangan menghujat satu sama lain," imbaunya.

Untuk merealisasikan itu, Yusny mengajak seluruh manusia untuk saling berbagai, menyantuni, mengajarkan yang baik, dan tidak mudah percaya dengan sumber berita yang belum tentu benar.

Langkah ini dinilai bisa menjadi modal untuk menghilangkan atau meminimalisasi sikap dan perilaku menciptakan kebohongan.

Pemerintah juga diharapkan bisa membuat langkah tepat untuk meredam hoax dan hate speech ini.

Caranya, pemerintah bisa menjadi sumber informasiyang benar.

Artinya pemerintah, baik pejabat atau lembaga, tidak boleh mengeluarkan pernyataan yang tak benar, apalagi memodifikasi berita seperti zaman dulu.

"Rakyat itu cenderung mengikuti pola tingkah laku pemimpin mereka. Ini teori klasik tapi masih cukup tajam di zaman sekarang," tutur Yusny.

Apalagi, tegas Yusny, saat ini di Indonesia sedang musim pemilihan kepala daerah yang melibatkan banyak partai politik.

Selain itu, ada lembaga survei yang menjamur sehingga banyak terjadi saling klaim sesuai dengan 'pesanan'.

Salah satu lembaga yang bisa meluruskan ini adalah lembaga pendidikan.

Yusny menilai, di lembaga pendidikan, guru-guru yang mengatakan yang benar, dan tidak sekadar ngomong yang terkesan berbohong. Peran keluarga tidak bisa diabaikan.

"Lembaga pendidikan sebagai produk. Kalau pendidikan berbohong, birokrasi juga bohong, maka jangan heran  kalau dalam keluarga akan suka berbohong," pungkas Yusny. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat, Jangan Biarkan Penyebaran Berita Hoax


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler