jpnn.com - SEMARANG - Yulanda Irfan Putra adalah dosen yang mengajar Kewirausahaan Jurusan Arsitek Universitas Diponegoro (Undip). Putra Prof Barda ini meninggalkan dua putra, Raihan (9) dan Atar (7). Istrinya Rohita Sari, telah meninggal lebih dahulu enam bulan lalu. Dia tinggal di Jalan Gondang Barat III nomor 17 RT. 03 RW 01 Banyumanik Semarang.
Pihak keluarga masih penasaran dengan kematian Irfan yang dikubur mengenaskan. Terlebih adanya penemuan dua mayat lain tanpa identitas di dekat jenazah korban. Keluarga menduga ada pelaku lain yang terlibat dalam pembunuhan itu.
BACA JUGA: Dukun Bunuh Putra Guru Besar Undip
"Kami yakin kejahatan ini terorganisir. Tidak mungkin dilakukan satu orang. Secara akal sehat ada yang terkait," kata Fardan Nawawi Arif, paman korban, kepada wartawan di RS Bhayangkara Semarang.
Diduga Muhyaro adalah sindikat keji dengan modus menawarkan penggandaan uang kepada korbanya. Tetapi setelah korban menyerahkan uang yang mau digandakan korban dibunuh. Yang terlebih dulu diduga dengan berbagai ritual.
BACA JUGA: Oral Seks di Kafe, Digerebek Satpol PP
Saat ritual itulah kemungkinan korban diberi minuman racun atau sejenisnya supaya mati. Setelah nyawa melayang dikubur dekat rumahnya. Dengan tujuan menghilangkan jejak. Uang yang sudah disetorkan untuk digandakan diambil.
Fardan menjelaskan, pihak keluarga tanggal 5 Juli lalu merasa kehilangan korban. Yulanda diketahui pergi dari rumah tanpa bisa dihubungi. "Pergi dari rumah. Hapenya dihubungi tidak bisa. Dua hari mati," tambahnya.
BACA JUGA: Guru jadi Tersangka Jual Beli Bayi
Selanjutnya keluarga merasa curiga. Handphone korban dihubungi berkali-kali. Bahkan, Fardan sendiri mengaku pernah memancing dengan mengirim sms berisi transfer uang.
"Saya coba sms. Isinya saya mau transfer uang. Kemana transfernya. Dijawab, pokoknya dia tidak bisa dihubungi. Bahasa smsnya berbeda dengan biasanya. Kemungkinan HP sudah dikendalikan orang."
Dengan situasi penuh curiga, keluarga korban lalu melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng dengan laporan orang hilang, Senin (8/7). Laporan tersebut akhirnya diproses aparat Polda Jateng sampai meringkus pelaku Muhyaroh.
Sepengetahuan keluarga, korban sebelum pergi pamit menagih hutang kepada seseorang bernama Novan di Magelang. Yulanda juga pergi dengan membawa uang tunai senilai Rp 100 juta.
"Pamit ke Magelang. Bawa uang Rp 100 juta. Setelah pamit tidak bisa dihubungi. Handphonenya hidup setelah seminggu," jelasnya.
Pihak keluarga menyatakan keberatan untk autopsi di RS Bhayangkara Semarang. Menurut Fardan, hasil autopsi merupakan alat bukti dari saksi ahli dan itu bisa diambil dari visum.
"Kalau visum silahkan. Autopsi tidak perlu. Kami tidak mengijinkan," ujarnya.
Dikatakannya, pihak keluarga mendesak aparat Polda Jateng untuk mengungkap lebih jauh kasus terbunuhnya Yulanda. Meski begitu, keluarga percaya kepada polisi dalam pengungkapan kasus.
"Harapannya supaya diungkap lebih jauh. Kami percayakan kepada aparat untuk mengungkap," paparnya. (ris)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejumlah Mahasiswi Terjaring dari Hotel
Redaktur : Tim Redaksi