Keluarga Tak Mengerti, Ternyata Dia Pahlawan Besar RI Dari Bibir Samudera

Jumat, 04 Desember 2015 – 06:35 WIB
Makam Yulian Hendrik di Desa Emau, Sabu Raijua direnovasi. FOTO: Timor Express/JPNN.com

jpnn.com - Keluarga besar Ludji He sangat berbangga karena ternyata seorang anggota keluarga mereka dari generasi lampau adalah seorang perintis kemerdekaan sebagaimana Keputusan Mensos Sapardjo, saat itu.

Tapi sayangnya, pihak keluarga sama sekali tidak mengerti, bahkan tidak tahu bahwa Yulian Hendrik adalah seorang pahlawan. Yang mereka tahu, keluar dari penjara, Julian Hendrik pulang membawa surat merah (surat pemecatan) dan dalam keadaan sakit. Tak lama kemudian ia meninggal di tengah keluarganya, bukan sebagai siapa-siapa. Sebab bagi masyarakat dia hanya seorang Ludji He, tak lebih!

BACA JUGA: Yoo Ayoo... Ayo TNI... Kuingin Kita Harus Menang

Peter A. Rohi dalam catatannya seperti dilansir Harian Timor Express (Grup JPNN.com), mengaku sejak lama, dirinya berusaha mengungkap takbir di balik peristiwa itu. Membaca arsip sidang Landraad Surabaya, terungkap bahwa para anggota Marine sudah terasuk nasionalisme, ketika Bung Karno berpidato di alun-alun kota Surabaya 1932.

Sejak itu suasana memanas. Belanda membredel koran Soeara Oemoem milik Dr Soetomo, pemimpin redaksinya Joenoes Siyaranamual ditahan.

BACA JUGA: Demi anak-anak tak Mampu, Rela Jual Laptop dan Kamera

Anggota Marine sangat bangga dengan emblem Soekarno berlatar merah putih. Mereka melakukan demo-demo dan melagukan lagu Indonesia Raya. Hal begitu tentu saja sangat haram bagi kolonial Belanda. Apalagi terjadi dalam tubuh Angkatan Perang mereka.

Banyak pelaut yang ditangkap dengan bantuan KNIL dari Rampal Malang (Soeharto pernah jadi anggota KNIL di situ). Di sini pula Kawilarang dan Julian Hendrik dipenjara. Ketika merdeka, para pelaut eks pemberontak dipanggil kembali. Tetapi kebanyakan mereka sudah tidak dikenal alamatnya.

BACA JUGA: Yusron Ihza Mahendra, Berhenti Merokok, Kini Penghobi Sepeda

Bung Karno memerintahkan memindahkan kerangka Martijn Paradja dan teman-temannya yang dikuburkan secara massal di Pulau Kerkhof (Pulau Kelor) di gugusan Kepulauan Seribu ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.

Kawilarang sendiri meninggal di Tanjung Pinang dan dimakamkan di pemakaman Kristen di kota itu. Lalu dimana Julian Hendrik? Setelah dengan susah payah saya menelusuri jejak Hendrik akhirnya ditemukan di Pulau Sabu itu.

Pada Senin (9/11), makam Yulian Hendrik di Desa Emau, Sabu Raijua direnovasi. Proses renovasi ini diinisiasi oleh Direktur Soekarno Institut, Peter Rohi.

Kepada Timor Express via telepon dari Sabu Raijua, Peter menjelaskan sudah lama ia mencari jejak Yulian Hendrik. Baru pada tahun 2011 lalu ia menemukan jejaknya di Desa Emau, Sabu. Dan, Senin itulah makam salah satu pahlawan perintis kemerdekaan ini direnovasi.

"Masyarakat banyak yang belum tahu siapa Yulian Hendrik. Mereka baru tahu sekarang, ternyata ada pahlawan perintis kemerdekaan berasal dari Sabu,” kata Peter.

Dalam acara itu, Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua menyambut baik renovasi makam sang pahlawan. Bahkan pemerintah berencana akan membuat taman makam pahlawan (TMP) di Seba.

“Ini luar biasa, sehingga masyarakat kita tetap mengenang pahlawan kita," ujar Peter. Ia juga mengatakan, selama ini memang pemerintah belum memberi perhatian serius kepada para pahlawan, khususnya di NTT.

Padahal, NTT punya banyak pahlawan yang berjasa dalam perjuangan menggapai kemerdekaan. Termasuk dua pahlawan perintis kemerdekaan ini. Martin Pa Radja sendiri dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta.

Yulian sendiri ditetapkan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan pada tahun 1980 oleh Menteri Sosial Saparjo. Pahlawan asal NTT lainnya adalah Hawu Dima, seorang angkatan laut. Ia juga berjasa menyelamatkan El Tari saat pertempuran di Purwakarta tahun 1946.

Pahlawan lainnya adalah Riwu Ga, pengawal Sukarno waktu itu. Peter menemukan jejak Riwu Ga pada tahun 1993 di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang. Dan, satu lagi, bernama Alexander Abineno, pahlawan asal tanah Timor. Alexander merupakan pendiri angkatan laut (AL) bersama kawan-kawannya.

Aksi heroik Alexander yang tak bisa dilupakan sejarah, yakni peristiwa perebutan kapal perang milik Jepang, Sugi Maru. Kapal itu disumbangkan menjadi kapal perang pertama Indonesia.

"Media-media asing menyebut itu pertama kalinya di dunia terjadi perebutan kapal perang kolonial,” kata Peter.

Sebelumnya, dilakukan peletakkan batu pertama renovasi makan Julian. Sebuah tiang bambu runcing berujung merah terikat bendera merah putih di ujungnya tertancap di pusara, menjadi saksi pengakuan kami bahwa Julian Hendrik adalah seorang perintis kemerdekaan yang kini "ditemukan" kembali.

Bagai sabut kelapa, Pulau Sabu terapung di bibir samudera Hindia. Jauh ke selatan tidak tersentuh lagi daratan apa pun sampai menohok Antartika. Gersang dan kering seperti apa yang dilukiskan James Cook ketika "terdampar" di sini 1770.

Walau begitu, seperti pengakuan para penjelajah pulau ini begitu eksotik dan tampak indah. Lagi pula menyimpan misteri perjuangan bangsa.

Nun jauh di sebuah bukit kecil, di atas pantai putih dan nyiur melambai, sebuah kuburan bulat, sesuai kepercayaan agama (minus kitab suci) kami jingitiu, tersimpan kerangka pejuang besar, perintis kemerdekaan Julian Hendrik. Itulah "kecurangan"nya sejarah yang tidak memberi makna pada orang-orang yang kemudian tersapu ke pinggiran.

Julian adalah orang pertama yang tatkala berusia 24 tahun, pada 3 Februari 1933 mengajak teman-teman marine kru kapal perang De Zeven Provincien untuk merebut kapal milik penjajah itu. "Revolusi sekarang juga!", ajaknya pada teman-temannya dalam sebuah pertemuan di Gedung Bioskop Ulele, Kutaradja (kini Banda Aceh).(fri/boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gesek Teruusss, Ni Putu Fariani Bawa Pulang Mercedes Benz S-Class


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler