Seorang seniman Aborijin terkemuka dari Queensland menuduh bahwa dirinya ditarget secara rasial dan "diinterogasi" oleh staf Angkatan Perbatasan Australia (ABF) saat kembali ke kampung halamannya dari perjalanan diplomatik ke Indonesia.

Jandamarra Cadd diminta untuk menghadiri perayaan Pekan NAIDOC (Komite Nasional Hari Aborijin dan Kepulauan) di Jakarta dan Bali oleh Kedutaan Besar Australia, dan baru saja terbang kembali ke Bandara Brisbane saat insiden tersebut terjadi.

BACA JUGA: Inilah Para Politisi Australia yang Lahir di LN

Seniman, yang pernah menjadi finalis penghargaan Archibald Prize, itu mengatakan bahwa ia ditepuk di bahu oleh seorang petugas di Bandara Brisbane, dan mengalami "interogasi" selama sekitar 45 menit, di depan staf dan para penumpang lainnya.

"Saya merasa itu karena warna kulit saya, dan orang lain yang ditanya-tanyai juga pria berkulit cokelat," kata Cadd.

BACA JUGA: Polisi Sydney Minta Warga Lebih Peduli Pada Lansia

"Saya sangat merasa, bahwa pada saat itu, saya harus membuktikan bahwa saya adalah manusia, membuktikan bahwa saya tidak melakukan kesalahan apa-apa.”

"Itu seperti interogasi."

BACA JUGA: Ayah Dari Korban Penembakan Polisi di AS Pertanyakan Kematian Putrinya

Cadd mengatakan, setiap barang yang ia bawa di tasnya diteliti, termasuk tanda terima, catatan dan hadiah dari putri-putrinya.

Sebagai bagian dari ‘interogasi’ itu, sejumlah item diuji untuk mengetahui apakah mereka tergolong obat-obatan terlarang dan bahan peledak. Cadd mengatakan, semua barang yang ia bawa diperiksa.

Supplied: Amy Cadd

Cadd menyampaikan kepada petugas bahwa ia merasa tidak nyaman, namun ia mengklaim bahwa keberatannya itu tak diacuhkan.

"Pria itu datang untuk melakukan pemindaian obat-obatan terlarang atau bahan peledak, dan ia berkata kepada saya 'Apakah anda kembali dengan suatu barang? Adakah yang perlu Anda katakan kepada saya? Apakah ada sesuatu yang perlu Anda katakan kepada saya sekarang?'," kata Cadd menirukan petugas.

"Dan saya merasa, saya merasa hak saya dilanggar.”

"Saya bilang 'Dengar, ini membuat saya mengingat banyak hal karena orang Aborijin merasa mereka tidak memiliki hak, dan saya merasakan ini sekarang'.

"Ia (petugas) berkata, 'Ya, itu perasaan Anda, inilah kenyataannya'.”

Cadd mengatakan bahwa pengalaman tersebut mengingatkannya akan periode sebelum warga Aborijin diakui sebagai warga negara.

"Itu memang menimbulkan banyak pemicu bagi saya, karena saya teringat ibu saya, saya teringat nenek saya, saya mengingat paman dan bibi saya, dan juga diri saya sendiri pada tahun 70an, diperlakukan seperti ini karena kami tidak memiliki hak," tutur Cadd.

"Rasanya benar-benar tak nyata saat saya kembali, dan pengalaman itu membuat saya kembali kepada kenyataan.”

"Anda kembali ke Australia, Anda kembali ke jalur, yang membuat anda harus berhati-hati atas apa yang Anda katakan, bagaimana Anda mengatakannya, bagaimana Anda bersikap, karena Anda harus membuktikan bahwa Anda layak hidup di negara ini," ujarnya.

Petugas perbatasan mengaku memperlakukan dengan baik

Dalam sebuah pernyataan, ABF mengatakan, pihaknya tidak mempertanyakan atau mengincar penumpang berdasarkan ras, agama atau etnis mereka.

Institusi tersebut mengatakan bahwa para petugasnya memiliki berbagai kewenangan untuk menghentikan, bertanya, dan mengincar penumpang, sebelum dan setibanya di perbatasan.

Kejadian itu dilakukan untuk alasan operasional, namun mereka tidak dapat memberikan rincian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menginformasikan penilaian risiko mereka terhadap penumpang.

ABF mengatakan bahwa petugas tersebut diharapkan untuk bertindak dengan profesionalisme, sesuai dengan hukum dan menghormati sensitivitas budaya, memperlakukan semua orang dengan bermartabat dan rasa hormat.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterbitkan: 18:20 WIB 19/07/2017 oleh Nurina Savitri.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panduan Membeli Rumah Di Australia

Berita Terkait