jpnn.com - JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberi batas waktu hingga Senin (23/3) bagi Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta untuk mengirimkan salinan Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015. Diharapkan dalam Perda nantinya memuat hasil evaluasi yang sebelumnya dilakukan Kemendagri.
“Saya mendengar evaluasi RAPBD sudah berjalan dengan baik. Kami tinggal tunggu perdanya. Kami apresiasi, karena akhirnya tidak ada penyanderaan anggaran DKI. Kita tunggu sampai Senin,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo, Senin (20/3).
BACA JUGA: Masalah Teknis seperti Ini Bikin Pembahasan RAPBD DKI Molor
Dengan nantinya telah diterbitkan Perda APBD DKI, maka selanjutnya permasalahan kisruh Pemprov dengan DPRD, kata Tjahjo, hanya tinggal menunggu proses hukum dan proses politik yang masih terus berjalan.
Namun hal tersebut tidak lagi dalam ranah Kemendagri untuk menyorotinya. Kemendagri kata Tjahjo, hanya berperan memastikan APBD DKI disahkan, sehingga program-program pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat dapat kembali berjalan dengan baik.
BACA JUGA: DPRD DKI Tunggu Hasil Print-Out RAPBD Dari Pemprov
“Kami enggak mau ikut campur, itu hak politik DPRD dan Pak Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama, red),” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, kisruh Pemprov dengan DPRD DKI Jakarta berawal ketika Pemprov DKI mengajukan RAPBD ke Kemendagri untuk dievaluasi. Masalah muncul, karena disebut-sebut Ahok ternyata mengajukan RAPBD versi Pemprov DKI, bukan hasil pembahasan bersama dengan DPRD. Bahkan dalam RAPBD tersebut, Ahok memangkas sejumlah anggaran yang menurutnya sebagai anggaran siluman senilai Rp 12,1 triliun.
BACA JUGA: Sindir Ahok, Lulung: Ada Konspirasi Mau Deadlock
Atas kondisi tersebut, DPRD DKI menggunakan hak angket, sementara Ahok sendiri melaporkan dugaan markup dalam APBD DKI Jakarta ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Atas dugaan korupsi dalam APBD DKI 2014, Polda Metro Jaya juga melakukan penyelidikan.
Antara lain terhadap pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di sejumlah sekolah. Disebut-sebut harga satu UPS dimarkup hingga bernilai Rp 5,8 miliar. Padahal harga di pasaran hanya berkisar Rp 100 juta.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perda atau Pergub? Ini Sikap Fraksi Hanura dan PKS
Redaktur : Tim Redaksi