Kemenag: Jangan Tolak Pembangunan Gereja di Cilegon, SK Bupati Tahun 1975 Tidak Relevan Lagi!

Jumat, 09 September 2022 – 13:19 WIB
Kemenag SK Bupati Tahun 1975 Tidak Relevan Lagi!. ilustrasi. Foto: Twitter @Kemenag_RI

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) bersikap tegas mengenai masalah penolakan pembangunan gereja di Kota Cilegon.

Kemenag pun meminta semua kepala daerah, termasuk Wali Kota Cilegon Helldy Agustian  memenuhi hak-hak konstitusi setiap penduduk, termasuk hak beragama dan berkeyakinan.

BACA JUGA: Gereja Ditolak di Cilegon, Abu Janda Langsung Merespons

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama Wawan Djunaedi mendorong wali kota untuk membentuk desk bersama yang terdiri atas kepala daerah, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kemenag pemuka agama, tokoh masyarakat, Forkompinda, dan ormas sebagai upaya pemecahan masalah. 

Dia menilai, berbagai pihak perlu mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya bahwa Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tanggal 28 Maret 1975 sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar penolakan pendirian gereja.

BACA JUGA: Instruksi Kemenag kepada Wali Kota Cilegon soal Pendirian Gereja, Tolong Disimak, Penting

"Jangan tolak pembangunan gereja di Cilegon, karena SK bupatinya sudah tidak relevan lagi," tegas Wawan di Jakarta, Kamis (8/9).

Sejumlah alasan diungkapkan Wawan soal tidak relevannya lagi SK Bupati tersebut, yaitu:

BACA JUGA: Wali Kota Bandung Resmikan Gedung Dakwah Anti-Syiah, Kemenag Geram!

1. Regulasi tersebut diterbitkan pada saat komposisi penduduk muslim daerah Cilegon sebesar 99%, sebagaimana disebutkan pada konsideran menimbang pada SK Bupati dimaksud. Sementara, situasi Kota Cilegon sekarang sudah berubah. 

Berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, komposisi umat Kristen di Cilegon telah mencapai 16.528.513, umat Katolik mencapai 6.907.873. Jumlah tersebut setara dengan 9,86%. Sementara, komposisi umat nonmuslim secara keseluruhan mencapai 12,82%.

“Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu upaya untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” imbuhnya.

2. Konsideran menimbang SK Bupati Tahun 1975 juga merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 yang keberadaannya sudah dicabut dan digantikan dengan PMB Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

Dalam hukum, ada asas lex posterior derogat legi priori, yakni hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama.

“Yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006,” sebut Wawan.

3. SK Bupati tahun 1975, diterbitkan dalam konteks merespons Perguruan Mardiyuana sebagai bangunan, bukan rumah ibadah.

Pada waktu itu, Perguruan Mardiyuana dipergunakan sebagai gereja. Oleh karenanya, penganut agama Kristen diarahkan untuk menunaikan ibadah di gereja-gereja yang ada di Kota Serang.

Wawan mengaku pihaknya sudah bertemu dan mendiskusikan persoalan ini dengan Wali Kota Cilegon pada April 2022.

Kemenag mengimbau Pemkot Cilegon untuk memedomani Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

“Kami juga juga mengajak FKUB sebagai lembaga kerukunan umat beragama dan seluruh komponen masyarakat untuk kembali berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya. (esy/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler