jpnn.com - JAKARTA - Kejaksaan Agung telah menetapkan Penjabat Wali Kota Pematang Siantar Eddy Syofian tersangka dugaan korupsi dana bantuan sosial dan hibah yang berasal dari APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, bersama Gubernur Gatot Pujo Nugroho.
Namun demikian, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum akan menonaktifkan Edi sebagai Penjabat Kepala Daerah. Karena sesuai undang-undang, penonaktifan baru dapat dilakukan apabila kepala daerah tertangkap tangan melakukan dugaan tindak pidana, atau dilakukan penahanan terhadap pejabat tersebut.
BACA JUGA: Nostalgia dan Harapan Menteri Tjahjo kepada Pemuda Katolik
"Undang-undangnya kan mengatur demikian. Pada saat tidak dilakukan penahanan, maka masih tetap (menajabat,red). Belum dilakukan penonaktifan," ujar Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Dodi Riadmadji kepada JPNN, Minggu (8/11).
Menurut Dodi, nantinya kalau kemudian atas kasus yang disangkakan, lembaga hukum menahan Edi, Kemendagri baru akan menonaktifkannya. Namun terkait apakah akan dilakukan pencopotan dari jabatan dan kemudian ada pengganti penjabat kepala daerah Siantar, Dodi mengatakan akan dilakukan pembahasan terlebih dahulu.
BACA JUGA: Sebelum 9 Desember Lahir Golkar Perjuangan?
"Setelah nonaktif, akan ada penilaian. Karena ini kan waktunya cukup dekat dengan pelaksanaan pemungutan suara 9 Desember. Jadi akan dirapatkan apakah kalau memang diperlukan, Sekda akan menunjuk pelaksana harian," ujarnya.
Dodi mengatakan, untuk menunjuk penjabat kepala daerah yang baru, butuh waktu. Sementara kepemimpinan di daerah tidak bisa dibiarkan kosong, akibat ditahannya penjabat yang ada. Apalagi saat pelaksanaan pilkada, harus ada pemimpin. Sehingga segala sesuatu dapat berjalan sesuai aturan perundang-undangan.
BACA JUGA: Jokowi vs PDIP, Gimana Nasib Menteri Rini?
"Kalau ditahan sebelum pemungutan suara 9 Desember, maka itu masa kritis. Karena dari sekarang praktis hanya 25 hari lagi menjelang pemungutan suara," katanya.
Sebagaimana diketahui, Senin (2/11) kemarin, Kejagung menetapkan Gatot dan Eddy Sofyan sebagai tersangka dana hibah dari APBD Sumut.
Gatot dinilai bersalah, karena tidak menunjuk satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melakukan evaluasi terhadap penerima dana bansos dan hibah. Karena itu ia diduga menyalahgunakan jabatan dengan menunjuk sendiri lembaga penerima.
Sementara Edy yang ketika itu menjabat Kepala Kesbangpol, sengaja meloloskan proposal dana hibah yang tidak memenuhi persyaratan. Atas perbuatan ke duanya, negara diperkirakan mengalami kerugian Rp 2,2 miliar.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KWI: Orang Muda Harus Terbebas dari Narkoba
Redaktur : Tim Redaksi