jpnn.com - JAKARTA - Konflik internal Partai Golkar belum juga berakhir. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Alin Munhanif, memprediksi, akan berdiri Golkar Perjuangan sebagai pecahan dari parpol yang didirikan di masa Orde Baru tersebut.
"Sebelum pikada (pemungutan suara pilkada serentak 9 Desember 2015, red) mestinya sudah selesai, kalau belum selesai akan terjadi seperti yang lama, akan muncul partai baru. Bisa saja namanya Golkar Perjuangan," ungkapnya kepada wartawan saat dihubungi, kemarin.
BACA JUGA: Jokowi vs PDIP, Gimana Nasib Menteri Rini?
Ali menilai, terpecahnya Golkar menunjukkan parpol besar belum tentu bisa melakukan konsolidasi dengan baik. Meski selalu mendapatkan suara tinggi dalam pemilihan umum, tidak menjamin parpol tersebut akan baik-baik saja.
Dia juga menyebut, kader Partai Golkar tidak dapat menjalankan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) dengan benar, sehingga ketika ada ketidakcocokan, timbul perpecahan.
BACA JUGA: KWI: Orang Muda Harus Terbebas dari Narkoba
Alasan yang paling mendasar, sebut Ali, perpecahan kali ini bukan kesempatan pertama dalam Partai Golkar. Kali ini, adalah konflik yang paling parah dalam sejarah partai pohon beringin. "Dalam sebuah pilihan apakah presiden A dan B pasti pecah, setiap kali pemilu dan disusul kembali dengan Munas Golkar mudah sekali partai baru muncul," tuturnya.
Dia menambahkan, hanya ada dua pilihan dalam pemecahan masalah dualisme dalam tubuh beringin ini. Jika kedua kubu tidak segera melakukan islah dengan dinamika internal, kemungkinan besar kelompok-kelompok yang berseberangan akan keluar dan membuat parpol baru.
BACA JUGA: Wajar KPK Bidik Randiman
Menyikapi itu, Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, Melchias Markus Mekeng, mengatakan, sebenarnya Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) di Ancol, Jakarta tidak ingin konflik kian larut, terlebih memunculkan parpol baru. Oleh karena itu, pihaknya masih membuka semua kesempatan dan peluang mencapai islah atau rekonsiliasi dengan kubu Aburizal Bakrie (Ical). Hanya dengan rekonsiliasi, persoalan islah akan selesai.
"Pak JK (Wapres Jusuf Kalla, red) sudah memulai proses itu. Kami menghormati upaya Pak JK. Kalau hanya mau menang-kalah, tidak akan selesai,” tukas Melchias kepada wartawan saat diihubungi, Minggu (8/11).
Dia menjelaskan, solusi terbaik menyelesaikan sengketa adalah Musyawarah Nasional (Munas) bersama. Hanya dengan forum itu, persoalan Golkar bisa cepat selesai. "Kami siap mencabut semua gugatan yang ada (PK dan Kasasi, red), jika kesepakatan bisa tercapai. Munas bersama adalah kesepakatan yang ideal,” tuturnya.
Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Ancol Agung Laksono juga juga mengaku telah bicara dengan Aburizal Bakrie (Ical) agar penyelesaian ini diakhiri melalui Munas tahun 2015, dan itu sangat tegas.
"Nah untuk melaksanakan Munas itu kan persiapan, basis yang dipakai adalah kesepakatan kita untuk dijadikan dasar ke Kemenkum HAM karena Munas Riau sudah kadaluarsa, Munas Bali ditolak pengesahannya, dan Munas Jakarta dicabut," tuturnya kepada wartawan di Kantor DPP Partai Golkar, Minggu (8/11).
Karena itu, lanjutnya, diperlukan kesepakatan baru untuk menyelenggarakan munas bersama-sama. Agung kemudian menawarkan diri untuk mengalah.
"Kalau Pak Ical setuju ada Munas tahun 2015 sesudah pilkada maka saya bersedia bergabung untuk mengalah, kan tidak mungkin dia pergi menggelar munas sendiri. Nah dalam kerangka itu saya bersedia mengalah dalam posisi sebagai Waketum atau Ketua Harian tapi tidak sampai 2019," kata Agung Laksono.
Tawaran itu, sambung Agung, diarahkan agar dirinya bersama kubu Munas Ancol dapat memantau persiapan munas bersama. Namun dengan syarat munas bersama digelar setelah pilkada dan selambat-lambatnya Desember 2015.
"Saya bilang saya bersedia mengalah asalkan persiapan untuk menyelenggarakan Munas sesudah pilkada akhir Desember atau awal Januari. Jadi bukan mencari jabatannya dulu," kata Agung.
Agung menambahkan, niatan menawarkan diri mengalah agar dirinya bisa membantu mempersiapkan munas untuk memastikan bahwa tidak ada rekayasa dalam munas bersama untuk menyatukan Golkar.
"Supaya persiapannya saya kontrol, tidak direkayasa lagi. Nanti saya juga masukkan teman-teman lagi. Artinya ke sana bukan untuk mencari jabatan dulu, Munas dulu yang saya minta," imbuhnya.
Namun, masih menurut Agung, Ical tetap memaksa agar Agung bergabung sampai tahun 2019. Akhirnya tidak terjadi kesepakatan sehingga Agung tidak melanjutkan pembicaraan soal penggabungan pengurus itu.
"Tapi Pak Ical ngotot maunya sampai 2019, saya bilang tidak bisa dan nggak ada dasarnya. Karena Pak Ical tidak mau Munas 2015 saya tolak," kata Agung.
"Karena Pak Ical tidak bersedia pertemuan kedua pun saya nggak datang karena dipaksa mengakui Munas Bali dan nggak mau munas lagi," pungkasnya.
Sementara itu, Bendahara Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical), Bambang Soesatyo justru berpendapat berbeda. Menurutnya, hal yang diungkapkan Agung Laksono bukanlah rasa mengalah atau kerelaan, melainkan meminta posisi Waketum atau Ketua Harian ke Ical. (aen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemuda Katolik Komitmen Wujudkan Pilkada Bersih
Redaktur : Tim Redaksi