Kemendagri Ingatkan Kada Hindari Tujuh Area Rawan Korupsi

Sabtu, 27 Oktober 2018 – 19:26 WIB
Gubernur NAD Irwandi Yusuf di kantor Ditreskrimsus Polda Aceh setelah terjaring operasi tangkap tangan KPK, Selasa (3/7). Foto: Murti Ali Lingga/JawaPos.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang menyatakan, pemerintah pusat sudah berkali-kali mengingatkan para gubernur, bupati dan wali kota agar menghindari tujuh area rawan korupsi. Menurutnya, Kemendagri sudah tiga kali melayangkan surat ke kepala daerah tingkat provinsi, kabupaten dan kota untuk mencegah korupsi.

Akmal mengatakan, area rawan korupsi antaranlain dalam proses perencanaan APBD,  penarikan pajak dan retribusi. "Ketika tidak menggunakan sistem yang baik ada proses transaksional yang mungkin saja dilakukan oleh pihak penyelenggara," kata dia dalam diskusi Kepala Daerah Terjerat, Siapa Tanggung Jawab di Cikini, Jakarta, Sabtu (27/10). 

BACA JUGA: Ada 434 Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Prestasi Apa Ini?

Area rawan korupsi lainnya adalah pengadaan barang dan jasa. Menurut Akmal, walaupun sudah ada regulasi yang jelas, taoi tetap ada ruang bagi untuk korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan.

Selain itu, area rawan korupsi lainnya adalah dana hibah dan bantuan sosial, perjalanan dinas, perizinan serta proses mutasi. Menurutnya, tanpa pengawasan yang baik maka praktik korupsi akan terus berlangsung.

BACA JUGA: Kapuspen Kemendagri: Silakan KPK Membersihkan Terus

"Kenapa itu banyak terjadi karena kepala daerah punya kewenangan dan otoritas yang sangat harus diawasi. Ketika pengawasan tidak dilakukan di sinilah ruang-ruang itu mungkin terjadi," ungkap Akmal. 

Seperti diketahui, sejumlah kepala daerah tersangkut masalah hukum gara-gara korupsi. Bahkan, sudah banyak kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

BACA JUGA: Gelar OTT Lagi, KPK Sasar DPRD Kalteng

Akmal menambahkan, Kemendagri tak mencampuri proses hukum terhadap kepala daerah. Namun, katanya, Kemendagri harus memastikan roda pemerintahan di pemda terus berjalan meski kepala daerahnya jadi pesakitan.

"Kami pemerintah pada posisi memastikan jika terjadi proses penegakan hukum oleh KPK kejaksaan atau kepolisian, proses pelayanan publik yang merupakan tanggung jawab kepala  daerah harus berjalan," kata  Akmal.

Dia mengatakan, penahanan terhadap kepala daerah menimbulkan dampak yang luar biasa. Tidak hanya sosiologis pada masyarakatnya, tapi juga terhadap sumber daya manusia (SDM) di pemerintahan.

Dia mencotohkan kasus di Klaten, Jawa Tengah yang melibatkan hampir seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). "Pascakejadian stuck (terhenti, red) pelayanan," katanya.

Namun, lanjut dia, kondisi itu tidak dibiarkan. Pemerintah harus memastikan jangan sampai pelayanan terhenti. Hal ini juga akan dilakukan di Cirebon, yang kasusnya mirip di Klaten karena diduga melibatkan banyak SKPD. 

Menurutnya, secara psikologis hal itu akan berpengaruh pada SKPD. "Oleh itu kami langsung melakukan pendampingan," kata anak buah Mendagri Tjahjo Kumolo itu.

Akmal menuturkan, pendampingan pernah dilakukan Kemendagri di Klaten, Malamg, Pubalingga dan daerah lainnya. “Concern kami di pemerintah adalah pelayanan publik harus jalan," tegasnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Cirebon Jadi Tersangka Suap Jual Beli Jabatan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
OTT KPK   Kemendagri   Cirebon   Pemda  

Terpopuler