Kemendagri: Pembatasan Internet di Papua seperti Minum Obat

Selasa, 27 Agustus 2019 – 18:05 WIB
Plt Dirjen Otda Kemendagri Akmal Malik Piliang. Foto: Kemendagri

jpnn.com, JAKARTA - Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik berharap, Pemerintah Provinsi Papua bersabar atas kebijakan pemerintah pusat yang melakukan pembatasan internet. Menurut dia, pembatasan internet dilakukan demi kepentingan persatuan bangsa.

"Ya, untuk keamanan NKRI, kan, enggak ada persoalan. Kalau sakit, minum obat, kan, pahit. Ya, pahit sebentar tahan saja dahulu," ucap Akmal saat ditemui awak media di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (27/8).

BACA JUGA: Kemenkominfo Batasi Internet di Papua, Kemendagri: Pahit Sebentar

Hingga kini, kata Akmal, Kemendagri belum mengetahui waktu pembatasan internet di tanah Papua akan berakhir. Kebijakan mengakhiri pembatasan internet dibuat oleh Kemenkominfo.

Kemendagri, kata dia, juga tidak merekomendasikan agar pembatasan internet segera berakhir. "Pasti Kemenkominfo lebih paham kapan harus mencabut, kan, dokternya dia," ucap dia.

BACA JUGA: Rekor MURI: 37.449 Orang Serentak Baca Teks Pancasila, Termasuk Pelajar Asal Papua

BACA JUGA: Astaga! Ribuan Isu Hoaks Bermunculan setelah Kerusuhan di Papua

Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut sekitar 230 ribu hoaks bertebaran sejak kejadian rusuh di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8). Hingga kini, hoaks berpotensi terus dibuat sehingga Kemenkominfo melakukan pembatasan internet di area Papua dan Papua Barat.

BACA JUGA: Suhendra Yakin Papua Tetap dalam Bingkai NKRI

"Di dunia maya ada 230.000 URL yang memviralkan hoaks. Saya ada catatannya," ucap Rudiantara saat ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (26/8).

Rudiantara membeberkan, hoaks paling banyak tersebar di media sosial seperti Twitter dengan konten berisi adu domba sesama anak bangsa.

"Jadi, yang paling banyak Twitter. Itu, kan, masif. Artinya kalau kontennya yang sifatnya hoaks itu macam-macam, ada berita bohong, menghasut, yang paling parah mengadu domba," ungkap dia. (mg10/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Masyarakat Harus Belajar dari Isu Diskriminasi Mahasiswa Papua di Surabaya


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler