Kemendagri Sayangkan MK Tak Buka Kotak Suara

Rabu, 18 September 2013 – 02:08 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sengketa Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Sumba Barat Daya semakin pelik. Pasalnya, setelah melalui proses penghitungan ulang 144 kotak suara di Mapolres Sumba Barat, pasangan calon bupati Kornelius Kodi Mete-Daud Lende Umbu Moto ternyata mengantongi suara terbanyak. Padahal pada 29 Agustus lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Kornelius-Daud sebagai pihak yang kalah dan memenangkan pasangan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha.

Berdasarkan penyidikan Polres Sumba Barat, KPU SBD pun ditetapkan sebagai tersangka penggelembungan suara  pasangan Markus-Ndara dan mengurangi perolehan suara Kornelius-Daud. Penghitungan ulang suara di Polres Sumba Barat pun digelar untuk mengumpulkan barang bukti pidana Pemilu.

BACA JUGA: Honorer Gagal Bakal Dikontrak, Gaji Setara PNS

Pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun ikut menyoroti permasalahan itu. Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, meski di wilayah pidana polisi menyatakan ada penggelembungan suara yang signifikan, Kemendagri tetap akan mengacu pada putusan MK. "Bagaimana pun juga putusan MK final mengikat," kata dia saat dihubungi JPNN Selasa (17/9).

Tapi pria yang akrab disapa Prof Djo itu menyayangkan langkah MK memutus sengketa Pemilukada Sumba Barat Daya tanpa membuka dan menghitung ulang 144 kotak suara yang diduga bermasalah. "Padahal kotak itu kan sudah berada di Jakarta," katanya.

BACA JUGA: Fasilitasi Pemulangan Jenazah TKI ke Karawang

Seharusnya, kata dia, MK bisa mengambil keputusan untuk membuka kotak itu. Ia menganggap mepetnya waktu sebagai alasan MK untuk tidak membuka kotak suara jelas  kurang tepat. Apalagi, pihak penggugat sudah bersusah payah membawa ratusan kotak itu ke Jakarta meski terganjal kesulitan transportasi.

"Kalau perlu, seharusnya MK datang ke daerah itu dan melakukan sidang di sana dan menghitung ulang di daerah tersebut. Seharusnya MK bisa lebih fleksibel," kata Djo.   

BACA JUGA: Ancam Sanksi Berat bagi Pencuri Lembar Soal CPNS

Mantan Rektor Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu tak menafikkan bahwa hakim MK juga manusia yang bisa berbuat salah. Karenanya, kata dia, UU MK semestinya dievaluasi agar putusan yang diambil mahkamah tidak final mengikat dan memberikan kesempatan pihak yang dirugikan untuk mengajukan upaya hukum selanjutnya.      

Meski begitu, Djo berharap pihak yang kalah tetap tenang dan kondisi di SBD tetap kondusif. "Sebaiknya pihak yang kalah menempuh semua jalur hukum yang ada dan tetap menghormati putusan MK," kata Djoe.

Seperti diketahui, berdasarkan hasil pleno 10 Agustus lalu, KPU SBD menyatakan Kornelius yang merupakan incumbent hanya meraup 79.498 suara.  Sedangkan Markus-Ndara 81.543 suara. Oleh KPU, Markus pun dinyatakan menang.

Tak terima dengan hasil itu, Kornelius menggugat putusan itu ke MK dan ranah pidana. Kornelius menduga ada kecurangan signifikan di Kecamatan Wewewa Tengah dan Wewewa Tengah. Dia sempat meminta  penghitungan ulang atas144 kotak suara dari kedua kecamatan itu, meski akhirnya ditolak KPU setempat.

Akhirnya begitu bergulir di MK, hakim MK memerintahkan kotak suara itu didatangkan ke Jakarta untuk dibuka dan dihitung ulang pada 26 Agustus. Tapi karena kesulitan transportasi ratusan kotak itu tiba pada 27 Agustus.  MK akhirnya tak membuka kotak itu. Pada 29 Agustus MK dalam putusannya menolak gugatan Kornelius, sehingga otomatis Markus menang.

Tapi data dari hitung ulang di Polres Sumba Barat, ternyata hasil akhir perolehan Kornelius-Daud adalah  79.498 suara. Sementara pasangan Markus-Ndara hanya meraih 67.831 suara. (mas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ide Akbar soal Konvensi di Golkar Sulit Terealisasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler