Kemendagri Ungkap 3 Tantangan Kelompok Usia Produktif saat Memasuki Masa Lansia

Kamis, 12 September 2024 – 19:40 WIB
Acara 2024 Asia-Pacific Regional Conference on Population Ageing: Reframing Ageing yang berlangsung di Bali, Kamis (12/9). Foto: Dokumentasi Kemendagri

jpnn.com, BALI - Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Restuardy Daud mengungkapkan peningkatan jumlah lansia sebenarnya dapat memberikan keuntungan, berupa bonus demografi.

Selain itu, keadaan di mana proporsi penduduk usia tua semakin banyak namun produktif dan masih memberikan sumbangan bagi perekonomian negara.

BACA JUGA: Cegah Musibah Demografi, Kemnaker Ingatkan Pentingnya Kompetensi bagi Usia Produktif

Seperti diketahui, Indonesia menempati urutan keempat dengan persentase tertinggi untuk kelompok lanjut usia (lansia) yang bekerja, setelah Timor Leste, Vanuatu, dan Kepulauan Salomon.

Pada kurun waktu 2017-2021, sebanyak 31 persen lansia perempuan dan 58 persen lansia laki-laki Indonesia bekerja.

BACA JUGA: 90 Persen Usia Produktif Menderita Sakit Kepala, 4 Cara Meredakannya

“Hal ini tidak dapat kita hindari karena jumlah usia produktif saat ini berlimpah, dan beberapa tahun yang akan datang kelompok usia produktif sekarang pun juga akan memasuki masa usia lanjut atau pensiun. Dengan mengambil beberapa contoh di Indonesia, ada beberapa tantangan bagi kita ke depan,” kata Restuardy pada acara 2024 Asia-Pacific Regional Conference on Population Ageing: Reframing Ageing di Bali, Kamis (12/9).

BACA JUGA: Anda Masih di Usia Produktif? Ini Nasihat agar Saat Tua Tidak Sengsara

Tantangan pertama, kata Restuardy yaitu aspek kesehatan. Pada 2023 lansia yang mengalami keluhan kesehatan adalah 41,49 persen turun 95 persen dibandingkan 2019.

Begitu juga persentase kesakitan lansia 19,72 persen pada 2023, atau turun 6 persen dibandingkan 2019.

Menurut dia, jhal ini menandakan pembangunan kesehatan semakin baik namun lansia penyandang disabilitas juga cenderung mengalami keluhan kesehatan yang memerlukan penanganan dan perhatian.

Restuardy menambahkan tantangan kedua dari aspek kemandirian fiskal.

Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, rasio ketergantungan lansia terus meningkat dari 15,2 persen di 2020 menjadi 17,1 persen di 2023.

Hal ini menunjukkan kelompok usia produktif akan menanggung kelompok usia nonproduktif yang terus bertambah ke depan.

Kata Restuardy, tingginya rasio ketergantungan lansia ini akan semakin diperparah apabila tidak diambil langkah atau tidak ada kesiapan finansial.

Di sisi lain, persentase rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial juga relatif terbatas.

“Tantangan yang ketiga adalah aspek ketenagakerjaan. Persentase lansia bekerja di Indonesia meningkat 64,5 persen dari 47,9 persen di 2014 menjadi 59,9 persen pada 2023," ucapnya.

Namun, persentase ini didominasi oleh lansia dengan pendidikan dan rata-rata penghasilan yang relatif rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan lapangan kerja dan level pekerjaan menengah ke atas juga harus dibuka kesempatannya bagi lansia,” ungkap Restuardy.

Restuardy menambahkan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah dan pemerintah daerah ke depan.

Salah satunya adalah optimalisasi pelayanan dasar dengan menerapkan standar pelayanan minimal yang juga menjangkau para lanjut usia.

Kata dia, pemerintah daerah perlu menyediakan pelayanan dasar yang juga menjangkau kebutuhan dasar warga negara, khususnya lansia, seperti akses terhadap air minum, penyediaan kebutuhan rehabilitasi sosial dasar, hingga pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap kebencanaanan.

Unit Lead Decentralisation and Government DFAT Kedutaan Australia Jakarta Astrid Kartika menambahkan Pemerintah Australia berkomitmen untuk memperkuat upaya Indonesia dalam memperluas cakupan perlindungan sosial, termasuk bagi para lansia.

Dia mencontohkan melalui sejumlah program kemitraan pembangunan di Australia dan Indonesia, seperti SKALA.

SKALA juga bekerja sama dengan pemerintah provinsi untuk membangun kapasitas mereka agar kelompok masyarakat yang rentan seperti lansia dapat terlindungi dengan lebih baik.

"Secara khusus, saya senang dengan dukungan SKALA terhadap program PAITUA yang memberikan perlindungan kepada para lansia di Provinsi Papua Barat Daya,” jelas Astrid.

Pj Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Musa'ad mengatakan sudah 15 ribu orang yang mengikuti program PAITUA.

Program PAITUA memberikan perlindungan hari tua dengan memberikan bantuan langsung tunai kepada setiap orang yang berusia 65 tahun ke atas dengan memberikan bantuan Rp 250 ribu per bulan.

"Sehingga dengan adanya dukungan ini tentunya kita harapkan akan memberikan beberapa manfaat. Manfaat yang pertama adalah mengurangi ketergantungan orang itu terhadap anak ataupun keluarga,” jelas Musa’ad.

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Maliki, menjelaskan, berdasarkan data Bappenas 2020, sebanyak 10 persen penduduk Indonesia adalah lansia dan diprediksi pada 2045 akan meningkat hingga 25 persen populasi penduduk Indonesia.

Dengan kata lain, Indonesia tengah bergerak menuju penuaan penduduk.

Peranan pemerintah untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dan berkurangnya beban bagi penduduk lansia menjadi penting.

Apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, melalui Program PAITUA, secara langsung menjawab amanat Stranas Kelanjutusiaan, khususnya untuk perlindungan sosial.

"Bappenas selalu konsisten mendorong keberpihakan pemerintah pada kelompok rentan. Tentunya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya bisa menjadi contoh dan praktik baik bagi daerah lain tentang bagaimana inisiatif daerah bisa menjadi lebih progresif dan afirmatif terhadap kesejahteraan lanjut usia,” kata Maliki. (mcr10/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler