jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan praktisi pendidikan abad 21 Indra Charismiadji menyarankan Mendikbud Nadiem Makarim untuk melakukan tender program.
Selama ini Kemendikbud dinilai doyan bakar duit karena programnya tidak jelas sehingga terkesan menghamburkan dana percuma. Ini bisa dilihat dari hasil PISA (Programme for International Student Assessment ) di mana kualitas pendidikan di Indonesia berada di rangking bawah.
BACA JUGA: Indra Charismiadji: 97,5% Guru tak Paham Teknologi Informasi
"Jangan sampai uang negara terbuang sia-sia lagi karena untuk menjalankan program yang belum matang dan tidak jelas. Kalau memang belum punya program, buatlah tender untuk bikin program," kata Indra kepada JPNN.com, Rabu (11/3).
Dia menegaskan, harus ada perubahan besar dalam program pendidikan. Dan, ujungnya harus ada blue print-nya. Jangan sepotong-sepotong.
BACA JUGA: Nadiem Sebut Tiga Dosa Besar Pendidikan, Ini Tanggapan IGI
Indra menilai, program merdeka belajar dari jilid I sampai IV, hingga hari ini terkesan masih sepotong-sepotong dan belum ada sesuatu yang utuh yang bisa dilihat. "Itu yang sangat berbahaya karena dana ratusan miliar digelontorkan tetapi hasil nol," ucapnya.
Terkait program guru penggerak, lanjut Indra, Kemendikbud harusnya sudah punya target berapa tenaga pendidik yang akan dilatih untuk jadi penggerak.
BACA JUGA: Sambil Menangis, Lina Guru Honorer Nonkategori: Pak Jokowi Orangnya Baik
Indra menawarkan teori difusi inovasi yang sudah berpuluh puluh tahun berhasil dijalankan oleh negara berkembang dan maju.
"Jadi akan sangat aneh bila Kemendikbud tidak menggunakan teori ini dalam mencetak guru penggerak," sergahnya.
Direktur eksekutif CERDAS (Center for Education Regulations & Development Analysis) ini menegaskan, dalam membuat program harus ada teorinya. Program yang selama ini berjalan, tidak ada teorinya, dasarnya tiba-tiba saja dari langit.
"Kan ini tidak akademis, apalagi bicara Kemendikbud, buatlah sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan karena dananya gede loh," ucapnya.
Dia membeberkan, agar program Merdeka Belajar Kemendikbud sukses, langkah awal yang harus diambil adalah mengindentifikasi siapa-siapa saja yang memenuhi kriteria sebagai guru penggerak.
Everett M. Rogers, seorang pakar ilmu sosial dalam teori difusi inovasi yang dipublikasikan tahun 1962 berpendapat, dalam menghadapi sebuah perubahan (difusi inovasi), manusia akan terbagi menjadi 5 kategori yang berbeda: Inovator (Innovators), Pengadopsi Awal (Early Adopters), Mayoritas Awal (Early Majority), Mayoritas Lambat (Late Majority), dan Terlambat (Laggards).
Inovator (Innovators) dengan prosentase 2,5% dari populasi, adalah orang pertama yang ingin mencoba inovasi baru.
Pengadopsi Awal (Early Adopters) dengan prosentase 13,5% dari populasi, adalah kategori tercepat kedua untuk mengadopsi inovasi.
Mayoritas Awal (Early Majority) dengan prosentase 34% dari populasi adalah kategori individu yang membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi setelah periode relatif lebih lama daripada Inovators dan Pengadopsi Awal.
Mayoritas Lambat (Late Majority) dengan prosentase 34% dari populasi yang membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi setelah lainnya telah mengadopsinya.
Terlambat (Laggards) dengan prosentase 16% dari populasi, adalah kategori individu terakhir mengadopsi inovasi. Mereka sangat sedikit bahkan sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap opini lingkungan. Mereka lebih banyak berinteraksi dengan orang-orang yang berpikiran tradisional dan biasanya lebih tua.
"Kalau mau berhasil, Kemendikbud bisa menerapkan teori difusi inovasi ini," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad