jpnn.com, JAKARTA - Dugaan pelarangan ekskul rohani Kristen di SMAN 2 Depok mengundang reaksi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Dia mengaku prihatin atas diskriminasi yang dialami siswa beragama Kristen di SMAN 2 Depok.
Mas Nadiem , sapaannya, menyebutkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
BACA JUGA: 5 Film Indonesia Tayang di BIFF, Kemendikbudristek: Tak Kalah dengan Negara Lain
“Satuan pendidikan harus merdeka dari diskriminasi. Sekolah sudah seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua peserta didik untuk belajar dan mengembangkan diri, terlepas dari identitas yang melekat pada dirinya,” tegas Menteri Nadiem dalam pernyataannya pada Jumat (7/10).
Pemda, lanjutnya didukung pemerintah pusat, wajib memastikan sekolah untuk memberikan proses pembelajaran yang tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
BACA JUGA: Penjelasan Kemendikbudristek Ini Mungkin Bisa Bikin Guru Lulus PG Tenang
Perwujudan satuan pendidikan yang aman dan nyaman, serta merdeka dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan, menjadi salah satu prioritas Kemendikbudristek dalam implementasi kebijakan Merdeka Belajar.
Hal ini ujar Nadiem, sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
BACA JUGA: Kemendikbudristek Ajak Masyarakat Merayakan Bulan Bahasa dan Sastra 2022
Peraturan tersebut mengatur definisi serta langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) yang terjadi di satuan pendidikan.
Pembatasan sarana dalam proses belajar mengajar di sekolah kepada kelompok agama tertentu, termasuk fasilitas ekstrakurikuler, merupakan tindak diskriminasi yang mengakibatkan berkurangnya hak belajar peserta didik.
“Saat ini Kemendikbudristek melalui Inspektorat Jenderal sedang melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut dan menangani kasus yang terjadi di SMAN 2 Depok," tegasnya.
Dia melanjutkan upaya penghapusan tiga dosa besar pendidikan, yang meliputi intoleransi, perundungan, kekerasan seksual, juga terus kami dorong melalui kampanye penguatan karakter bertemakan Profil Pelajar Pancasila.
Lebih lanjut Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan bahwa kunci dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari segala bentuk diskriminasi dan intolerans.
jSelain itu Juga jenis-jenis kekerasan yang lain adalah kolaborasi dan sinergi antara pemerintah serta seluruh lapisan masyarakat.
“Semuanya harus terlibat dalam upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman serta menjunjung tinggi nilai-nilai inklusivitas dan kebinekaan,” pungkas Nadiem Makarim. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad