Kemenhut Sebut Banyak Pengijon Lahan Hutan di Batam

Rabu, 25 September 2013 – 01:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Kehutanan tetap bertahan dengan Surat Keputusan (SK) Menhut Nomor 463 Tahun 2013 tentang penetapan kawasan hutan di Batam. Meski demikian, Kemenhut mencoba menawarkan solusi atas persoalan wilayah-wilayah hutan di Batam yang ternyata sudah terlanjur dimanfaatkan.

Dirjen Planologi Kemenhut, Bambang Soepijanto, menyatakan bahwa kepala daerah bisa mengusulkan lokasi-lokasi hutan di Batam yang terlanjur  dimanfaatkan untuk dikeluarkan dari kawasan hutan. "Kami bersedia memfasilitasi, tapi koordinatornya tetap daerah. Kepala daerah mengusulkan lokasi-lokasi yang existing (sudah terlanjur dimanfaatkan, red)," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPD di Jakarta, Selasa (24/9).

BACA JUGA: Pelaku Pelemparan Batu ke KA Bocah-bocah Iseng

Bambang menegaskan,  wilayah-wilayah hutan di Batam yang belakangan masuk dalam SK Menhut Nomor 463 tahun 2013 merupakan wilayah pengganti dari hutan-hutan yang sebelumnya sudah terlanjur dimanfaatkan untuk pembangunan. Kemenhut pun siap menyisir wilayah-wilayah yang sudah berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL), namun belakangan dimasukkan dalam kawasan hutan.

"Bahwa ada HPL jadi kawasan hutan, mari kita cek bersama, yang mana? Kegaduhan tidak perlu terjadi kalau dipahami. Yang ada adalah HPL-HPL itu dijadikan lahan pengganti karena pernah ada kawasan hutan yang diambil harus ada daerah penggantinya," tegasnya.

BACA JUGA: Penyebab Bentrok Lapas Siantar karena Perlakuan Khusus

Karenanya Bambang pun menegaskan, Menhut hanya melakukan penetapan. Sebab, usulan tentang wilayah penetapan justru dari daerah, termasuk oleh tim terpadu.

Karenanya jika daerah ingin mengeluarkan suatu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan hutan, maka kepala daerah bisa mengusulkannya.  "Silakan usulkan oleh bupati atau wali kota. Nanti menteri akan menetapkan. Jadi tidak ada masalah. nanti kita tunggu persetujuan DPR. Karena yang sifatnya penting dan berdampak strategis, itu bisa ditetapkan dengan Permenhut setelah ada persetujuan DPR," tandasnya.

BACA JUGA: Bentrok Antarwarga, Satu Tewas

Dalam kesempatan itu Bambang justru menilai ada hal yang tak tepat dengan penolakan masyarakat di Batam karena menggunakan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengelolaan lahan di pulau industri itu untuk menghambat SK Menhut Nomor 463 tahun 2013. Sebab, ada pengelolaan lahan di Batam yang tak sesuai ketentuan.

"Kalau Keppres dibenturkan Permenhut (Peraturan Menhut, red) tentu tidak pas. Kalau secara hierarki, keputusan Menhut memang tidak nampak, tapi dia adalah kelanjutan UU," sambung Bambang.

Ia pun menepis anggapan persoalan itu akan menjadi isu internasional karena banyak kalangan bisnis dan investor dirugikan. Ditemui usai rapat itu, Bambang menegaskan bahwa pihak yang berteriak lantang menyuarakan penolakan atas SK Menhut karena sudah mengeluar uang untuk lahan yang secara hukum belum ada kejelasan.

"Yang takut itu adalah pengusaha-pengusaha yang sudah mengijon lokasi, tetapi yang diijon masih kawasan hutan. Jadi di Batam sejak awal membangun sudah melanggar UU. Bersandar pada Keppres, seolah-olah bisa melanggar UU. Tidak boleh itu, justru kami patuh pada UU," katanya seraya menyarankan agar daerah segera membuat usulan ke pusat agar lahan-lahan di Batam yang sudah dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan bisa dikeluarkan dari status kawasan hutan.

Sementara Komite II DPD dalam notulen rapat kerja itu meminta agar Kemenhut bisa bertindak hati-hati dalam membuat kebijakan tentang kehutanan. Rapat yang dipimpin Ketua Komite II DPD, Bambang Susilo itu meminta Kemenhut bersama-sama DPD turun ke lapangan pada 2-4 Oktober mendatang.

Sedangkan Ketua Tim Advokasi Komite II DPD, Jasarmen Purba, mengatakan, ada ketidakcermatan dalam SK Menhut 463 Tahun 2013. Menurutnya, ada konsideran-konsideran yang tak dicantumkan dalam SK Menhut seperti status Batam sebagai zona perdagangan dan pelabuihan bebas, maupun adanya izin pemanfaatan areal terbangun dari Badan Pengusahaan Kawasan Batam yang dulu bernama Otorita Batam.

"Batam ini sudah memenuhi 30 persen lebih kawasan hutan dan 30 persen kawasan terbuka hijau di sebuah pulau. Perubahan peruntukan ini ditetapkan oleh Menhut secara sepihak," ucap Jasarmen.(ara/fat/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelamar CPNS Masih Diberi Waktu Lengkapi Berkas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler