jpnn.com, JAKARTA - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Barat dr. Eka Mulyana, SpOT(K)., FICS., M.Kes., SH., MH.Kes., mengatakan pengembangan Fitofarmaka mendukung program pemerintah untuk mencapai kemandirian farmasi.
Dokter sebagai profesi medis, kata dr. Eka, harus memahami bahwa Fitofarmaka dapat diresepkan sesuai kondisi pasien.
BACA JUGA: Kemenkes Bakal Luncurkan Formularium Nasional Fitofarmaka
Senada itu, Ketua Umum PB IDIq Dr. dr. Adib Khumaidi, SpOT., menegaskan bahwa dokter memiliki peran penting agar Fitofarmaka makin banyak digunakan. Yang paling penting adalah dukungan dari dokter Indonesia, untuk kemudian kalau itu teruji klinis, maka bisa diresepkan.
"Kalau sudah diresepkan, maka seharusnya dapat masuk fornas BPJS Kesehatan,” terang dr. Adib seminar Fitofarmaka besutan PB IDI dan PT Dexa Medica di Bandung, baru-baru ini.
BACA JUGA: Obat-obatan Fitofarmaka Diusulkan Masuk Program JKN
Sebelum di Bandung, seminar Fitofarmaka sudah digelar di Jakarta. Rangkaian seminar ini juga akan digelar di kota besar lainnya secara bertahap, yakni Semarang, Surabaya, Palembang, dan Medan, tahun ini.
Dia menambahkan obat berbahan alam di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yakni jamu yang berbasis empiris, Obat Herbal Terstandar (OHT) yang sudah melalui proses uji pra-klinik, dan Fitofarmaka yang sudah melalui uji pra-klinik dan juga uji klinik.
BACA JUGA: Kemenkes Laporkan 2 Anak Alami Gagal Ginjal Akut, 1 Meninggal Dunia
“Sekarang ada namanya OMAI, Obat Modern Asli Indonesia,” imbuh dr. Adib.
Dia menambahkan pengembangan OMAI Fitofarmaka harus berbasis riset dan juga melibatkan kemitraan pentahelix.
Pada kesempatan sama, Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Ditjen Farmalkes Kemenkes Agusdini Banun Saptaningsih menyampaikan awal pandemi COVID-19 di Indonesia, stok bahan baku obat yang tersedia hanya cukup untuk kebutuhan 4-5 bulan.
Kondisi tersebut kemudian menyadarkan pemerintah untuk mendorong kemandirian farmasi di Indonesia. Salah satunya melalui pengembangan OMAI Fitofarmaka.
“Sedihnya, baru 22 item yang mempunyai izin edar Fitofarmaka,” ujar Agusdini.
Terkait peluang pengembangan Fitofarmaka, menurut Ketua Umum Perkumpulan Disiplin Herbal Medik Indonesia (PDHMI), Dr. dr. Slamet Sudi Santoso, M.Pd.Ked., sangat besar potensinya.
Saat ini pun sudah banyak regulasi yang mendukung pengembangan Fitofarmaka.
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 Pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan tradisional dengan memberikan kepastian hukum bagi pengguna dari pemberi pelayanan kesehatan tradisional,” tutur dr. Slamet.
Dikatakannya obat tradisional dalam regulasi di Indonesia merujuk pada obat-obatan dari bahan alam. Sementara itu, pengembangan obat berbahan alam saat ini sudah dilakukan dengan teknologi modern.
“PT Dexa Medica sudah mengembangkan Obat Modern Asli Indonesia,” imbuh dr. Slamet.
Agusdini juga menyampaikan agar dokter tak perlu ragu meresepkan OMAI kepada pasien. Sebab, Kemenkes telah merilis Formularium Fitofarmaka.
Pada Mei 2022, wakil menteri kesehatan dan sekjen Kemenkes me-launching Formularium Fitofarmaka.
Pembiayaannya, ujar Agusdini, bisa menggunakan dana kapitasi JKN. Kemudian, menggunakan dana alokasi khusus dan dana alokasi umum. Fitofarmaka juga sudah masuk dalam katalog elektronik pemerintah.
Agusdini meyakinkan para dokter bahwa OMAI Fitofarmaka dapat diresepkan kepada pasien. Peresepan Fitofarmaka untuk pasien harus merujuk pada Formularium Fitofarmaka.
"Banyak dokter yang belum paham cara menggunakan Fitofarmaka. Kemenkes sudah bertemu dengan sejumlah Fakultas Kedokteran, Kemendikbudristek, dan KKI agar kurikulum obat tradisional di seluruh Indonesia diseragamkan," imbuh Ibu Agusdini.
Hal tersebut diamini Ketum PB IDI dr. Adib bahwa memang banyak dokter yang belum mengenal Fitofarmaka. Oleh karena itu, IDI berkomitmen untuk melakukan sosialisasi secara massif mengenai Fitofarmaka ke dokter-dokter di seluruh Indonesia.
Sementara itu, Director of Research and Business Development Dexa Group Prof. Raymond mengatakan obat berbahan alam harus memiliki standar dan teruji baik secara klinis maupun pra-klinis. Dexa Group, kata Prof Raymond, telah menerapkan teknologi modern dalam pengembangan OMAI.
"Kami harus memastikan aspek keamanan OMAI. Badan POM sudah memiliki pharmacovigillance sehingga bisa memonitor aspek keamanan dari OMAI," ungkap Prof. Raymond.
Dia mencontohkan, produk OMAI Redacid yang mampu membantu mengatasi masalah lambung. Redacid juga masuk dalam Formularium Fitofarmaka yang diluncurkan Kementerian Kesehatan pada 2022. (esy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad