jpnn.com, JAKARTA - Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud menyampaikan pentingnya meningkatkan porsi anggaran pertanian.
Pertanian sewajarnya mendapat anggaran maksimal mengingat kontribusi pertanian yang besar terhadap perekonomian nasional saat ini.
BACA JUGA: Balitbang Kementan: Eucalyptus Berhasil pada Uji Klinis SARS-CoV-2
“Pangan dan pertanian menjadi salah satu motor penggerak dalam perekonomian nasional. Kalau tidak ada pertanian, pertumbuhan ekonomi kita selama pandemi covid-19 bisa terkoreksi lebih dalam lagi,” ungkap Musdhalifah saat mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Strategi Peningkatan NTP 2021 – 2024, di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, pada Kamis (6/5).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB pertanian pada 2020 tetap bisa tumbuh sebesar 1,75 persen.
BACA JUGA: PELNI Setop Penjualan Tiket via Channel Online
Dengan banyaknya sektor lain yang justru terkoreksi, kondisi ini menunjukkan pertanian tidak banyak terkena dampak pandemi covid-19.
“Dari rangkaian data BPS, kita bisa lihat sektor pertanian berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Karena itu saya kira harusnya ada tambahan anggaran untuk melakukan percepatan,” sebut Musdhalifah.
BACA JUGA: MTH 27 Office Suites, Kawasan Perkantoran Terpadu Berkonsep TOD di MT Haryono Jakarta
Musdhalifah juga turut menekankan bahwa kesejahteraan petani bisa meningkat jika Indonesia bisa mewujudkan pembangunan pertanian yang berkualitas.
Untuk itu dibutuhkan intervensi dari pemerintah mulai dari infrastruktur, sarana dan prasarana pertanian, hingga pendampingan.
“Prasyarat utama pengembangan sektor pangan dan pertanian secara berkelanjutan adalah kualitas SDM. Sementara kondisi di lapangan, mayoritas tenaga kerja di sektor pertanian masih berlatar belakang pendidikan SD maupun tidak sekolah dan dominan berusia di atas 45 tahun. Maka dibutuhkan anggaran untuk mengembangkan SDM pertanian melalui pelatihan dan pendampingan pengembangan usaha pertanian,” ungkapnya.
Selain itu, Musdhalifah menyebutkan diperlukannya kebijakan strategis dalam rangka stabilisasi harga di tingkat petani dan konsumen.
Harga komoditas pertanian memang cenderung fluktuatif karena adanya siklus musim.
“Diperlukan sinergi dengan lembaga lain dan penugasan BUMN pangan untuk menjaga harga tingkat petani saat harga anjlok di musim panen raya, maupun pada saat harga naik di musim paceklik,” paparnya.
Persoalan harga di tingkat petani turut menjadi perhatian khusus Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Saat membuka kegiatan FGD ini, Syahrul menyoroti anjloknya harga di tingkat petani ketika produksi melimpah saat masa panen.
“Jangan sampai kita berupaya untuk meningkatkan produktivitas, tapi harga anjlok sehingga penerimaan petani pun menurun. Pendekatan kita pun tidak boleh salah. Kita memastikan kebutuhan pangan 267 juta jiwa rakyat Indonesia terpenuhi, tapi yang memberi makannya malah menjadi miskin,” tegasnya.
Syahrul menyebutkan, untuk meningkatkan kesejahteraan petani, dibutuhkan berbagai intervensi, seperti memfasilitasi modal dari hulu ke hilir melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), bantuan varietas benih unggul, hingga teknologi dan inovasi.
“Teknologi harus digencarkan. Banyak petani di negara-negara maju bisa menjadi kaya karena mereka menggunakan teknologi dan berinovasi. Saya yakin dengan sumber daya alam yang kita miliki, petani kita pun bisa semaju mereka,” kata Syahrul.(ikl/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak, Respons Kementan Tentang Penurunan NTP dan NTUP di Bulan April 2021
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi